Koran Sulindo – CEO Facebook Mark Zuckerberg akhirnya berbicara, sekitar 5 hari seolah menghilang setelah kasus pencurian data 50 juta akun pengguna situsnya.
“Kami bertanggung jawab melindungi data anda, dan jika tak mampu, kami tak layak melayani anda,” tulis Zuckerberg di akun Facebooknya, Rabu (21/3/2018) malam waktu Amerika Serikat (Kamis dinihari WIB).
Menurut Zuckerberg, mereka sedang berusaha memahami apa yang terjadi dan berusaha takkan terjadi lagi.
Kalimat senada diulang pendiri Facebook itu saat diwawancarai stasiun televisi CNN dalam acara Anderson Cooper 360, Rabu malam waktu setempat.
“Ini adalah pelanggaran besar kepercayaan. Saya benar-benar minta maaf hal ini terjadi. Kami punya tanggung jawab mendasar untuk melindungi data orang-orang,” kata Zuckerberg.
Sebelumnya, perusahaan konsultan Inggris, Cambridge Analytica, dituduh mencuri data 50 juta pengguna Facebook tanpa izin, dan menggunakannya untuk membantu kampanye politik termasuk memenangkan Donald Trump menjadi Presiden Amerika Serikat pada 2016.
Jaringan media sosial terbesar dunia itu kini menghadapi masalah besar karena bukan kali pertama saja mengalami kasus serupa. Skandal pencurian data penggunanya ini ramai di Amerika Serikat dan Eropa, karena diduga dilakukan juga saat referndum Brexit Inggris lalu.
Mengaku Salah
Dalam jawaban publik pertamanya sejak skandal itu, Facebook mengaku melakukan kesalahan.
“Masih banyak lagi yang harus dilakukan, dan kita perlu melangkah dan melakukannya,” kata Zuckerberg, seperti dikutip Reuters.
Namun Mark tak menjelaskan apa kesalahan perusahaannya, hanya mengatakan berencana melakukan penyelidikan terhadap aplikasi di platformnya, membatasi akses pengembang (developer) terhadap data, dan memberi pemilik akun alat-alat yang memungkinkan lebih mudah menonaktifkan akses ke data Facebook mereka.
Mark juga tidak menyinggung pengurangan kekuasaan pengiklan untuk menggunakan data Facebook, yang merupakan sumber kehidupan perusahaan.
“Saya tidak yakin kita tidak seharusnya diatur,” katanya. “Saya benar-benar berpikir pertanyaannya lebih ke bagaimana regulasi yang tepat ketimbang apakah ini harus diatur atau tidak? … Orang-orang harus tahu siapa yang membeli iklan yang mereka lihat di Facebook.”
Namun Facebook berkomitmen menghentikan campur tangan dalam pemilihan paruh waktu di Amerika Serikat pada November nanti dan pemilihan umum di India dan Brasil.
Menkominfo
Sementara itu Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara akan Facebook untuk meminta keterangan mengenai penyalahgunaan data pengguna oleh perusahaan analisis data pada pemilu di AS.
“Belum ada laporan, tetapi kami akan coba koordinasikan dengan Facebook sesegera mungkin mengenai hal ini untuk menjadi perhatian Facebook,” kata Rudiantara, usai menjadi pembicara di Universitas Al Azhar Indonesia, Jakarta, Rabu (22/3/2018), seperti dikutip antaranews.com.
Menanggapi kemungkinan pembobolan data di Indonesia pada pilkada pada 2018 dan pemilihan presiden pada 2019, Menkoinfo mengatakan para calon hanya memanfaatkan media sosial untuk berkampanye.
Audit Data
Pada Senin (19/3/2018) lalu Facebook mengumumkan menunjuk firma forensik digital, Stroz Friedberg, menyelidiki penanganan data jutaan akun yang dicuri Cambridge Analytica.
Perusahaan forensik itu akan melakukan audit komprehensif terhadap Cambridge Analytica. Facebook menyatakan perusahaan tersebut setuju dan memberikan akses ke server dan sistemnya.
Psikolog University of Cambridge Aleksandr Kogan, yang mengembangkan aplikasi yang digunakan untuk mengambil data pengguna, juga setuju bersikap kooperatif.
Sedangkan Christopher Wylie, bekas pegawai Cambridge Analytica asal Kanada yang pernah bekerja dengan Kogan, dan yang mengungkap kebocoran data itu The Newyork Times dan Observer (Guardian) menolak bekerja sama dalam audit Facebook tersebut.
“Ini bagian dari kajian komprehensif internal dan eksternal yang kami lakukan guna menentukan keakuratan klaim bahwa data Facebook yang bersangkutan masih ada,” kata Facebook melalui rilis media.
Facebook menyatakan pihak-pihak yang terlibat dalam skandal ini menjamin data-data tersebut sudah dihancurkan.
“Kalau data ini masih ada, maka ini akan menjadi pelanggaran besar kebijakan Facebook dan pelanggaran kepercayaan dan komitmen yang tidak dapat diterima oleh grup ini.” [DAS]