Koran Sulindo – Dengan bermodal Rp 50 juta sampai Rp 100 juta, Anda dapat menjadi sub-penyalur bahan bakar minyak (BBM) di desa. Namun, itu baru bisa terjadi bila Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) berhasil mendorong pembentukan sub-penyalur itu di setiap desa.
Usaha untuk itu telah dilakukan. Pada Senin kemarin (26/2), Kepala BPH Migas M. Fanshurullah Asa bersama komite dan pejabar strukturalnya bertemu dengan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Oesman Sapta Odang di Gedung Nusantara 3 Lantai 8 Kompleks Parlemen, Jakarta.
Pada kesempatan tersebut, Fanshurullah mengatakan, kebijakan sub-penyalur adalah salah satu solusi untuk menjawab kebutuhan BBM di daerah terpencil, yang selama ini belum tersorot pemerintah. Dengan sub-penyalur ini jugalah program BBM Satu Harga dapat tercapai.
Konsepnya seperti pengecer biasa. Tapi, proses pembuatan sub-pengecer ini didasarkan pada peraturan yang berlaku. Sub-penyalur juga harus memenuhi spesifikasi teknis tertentu, sehingga keberadaan dapat diawasi dan dikontrol.
Sekarang ini, sub-penyalur yang sudah diresmikan ada di Selayar dan tiga lokasi pada tiga distrik di Kabupaten Asmat, Papua. Sementara itu, yang sudah siap untuk diresmikan terdapat di Gorontalo dan yang mengajukan kepada BPH Migas ada 170 lokasi di 20 kabupaten.
Menurut Fanshurullah Asa dalam keterangan resminya, semakin banyak sub-penyalur bisa memberikan efek yang luar biasa. “Kita memiliki 22 ribu desa. Artinya, jika setiap desa terdapat sub-penyalur, ini akan sangat luar biasa. Jika dihitung di luar daerah terpencil, tertinggal, terluar, kita memiliki kurang-lebih 85 ribu desa,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Komite BPH Migas Henry Ahmad menjelaskan, dalam menyediakan satu desa satu sub-penyalur, peran pemerintah daerah akan sangat vital. Karena, harus memberikan izin lokasi yang strategis. Peran BPH Migas nantinya akan mengatur mengenai model dan standard untuk membuka dan menjadi sub penyalur. Menurut Henry, untuk menjadi sub-penyalur erlu Rp 50 juta sampai Rp 100 juta.
“Nanti kami berikan satu model standard tentang lahan, tentang alatnya. Kami koordinasi dengan pemerintah daerah. Jadi, pemerintah daerah memberikan izin lokasi, bukan uangnya,” kata Henry.
Pada pekan lalu, Fansurullah Asa mengatakan, pihaknya menargetkan, pada tahun 2018, akan menyalurkan BBM Satu Harga di 73 titik di seluruh Indonesia. Tahun lalu, realisasi Program BBM Satu Harga mencapai 57 titik. “Target dinaikkan menjadi 73 titik, terdiri dari 67 titik milik PT Pertamina (Persero) dan enam titik milik PT AKR Corporindo Tbk,” ujar Fansurullah di kompleks DPR, 19 Februari 2018.
Prioritas titik-titik penyalur tersebut di daerah timur Indonesia, terutama daerah terdepan, terluar, dan tertinggal. Dari total target tersebut, BPH Migas sudah menyelesaikan satu di antaranya yang berada di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. Peresmian wilayah BBM Satu Harga di Nunukan ini rencananya dilaksanakan pada pekan ini atau pekan depan.
Permasalahan yang dihadapi BPH Migas untuk menyalurkan program ini antara lain terbatasnya stasiun pengisian bahan bakar (SPBU) di daerah. Dijelaskan anggota Komite BPH Migas Yugi Prayoga, rasio jumlah penduduk dengan SPBU di Indonesia masih sangat besar jika dibandingkan dengan negara tetangga. Satu SPBU di Indonesia melayani masyarakat dengan rata-rata radius 300 kilometer. “Satu SPBU melayani 35 ribu orang. SPBU berjumlah kurang-lebih enam ribu sampai tujuh ribu,” kata Yugi.
Karena, untuk mendirikan SBPU perlu modal yang besar, hingga miliaran rupiah. Karena itu, BPH Migas akan menerapkan sub-penyalur BBM, yang mirip penjaja bensin eceran, hanya saja harga diatur oleh pemerintah daerah setempat. Pasokan BBM yang ada di sub-penyalur ini akan diambil dari SPBU terdekat, dengan radius lima kilometer dari SPBU terdekat.
Untuk program Satu Harga BBM, PT Pertamina (Persero) telah menghitung biaya yang harus dikeluarkan sejak awal 2017 sampai tiga tahun ke depan. Hingga 2019, Pertaminan diprediksi menanggung biaya sebesar Rp 3 triliun. “Itu adalah biaya operasi dari kami,” kata Direktur Pemasaran Pertamina Muchamad Iskandar, 15 November 2017. [PUR]