Koran Sulindo – Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar Fayakhun Andriadi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas dugaan menerima suap dalam kasus korupsi di Bakamla.

Fayakhun diduga menerima fee sebesar 1 persen dari anggaran Bakamla dalam APBN-Perubahan 2016 senilai Rp 1 triliun. Ia juga diduga menerima uang senilai US$ 300 ribu.

“Menetapkan seorang lagi sebagai tersangka yaitu FA selaku anggota DPR menerima hadiah atau janji,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Jakarta, Rabu (14/2).

Menurut Alex penyidik KPK mendapatkan fakta-fakta pendukung berupa keterangan saksi, surat dan dokumen bahwa FA telah menerima fee sebagai imbalan memuluskan APBN-P Bakamla tahun 2016.

Alex menambahkan suap itu terkait kewenangan Fayakhun sebagai anggota DPR ketika memproses pembahasan dan pengesahan RKA-K/L pada APBN-P tahun anggaran 2016. Fakta persidangan juga menyebut Fayakhun menerima fee atas jasa memuluskan anggaran pengadaan satelit monitoring di badan tersebut.

“FA menerima 1 persen dari Rp 1,2 triliun atau senilai Rp 12 miliar dari tersangka FD melalui MAO sebanyak 4 kali. Dia juga diduga menerima uang USD 300 ribu,” kata Alex menambahkan.

Sejauh ini dengan penetapan status tersangka Fayakhun merupakan penetapan keenam mereka yang terlibat kasus korupsi di Bakamla.

Sebelumnya KPK telah menetapkan lima tersangka lain yakni, Deputi Bidang Informasi, Hukum, dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi, Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan, dan Fahmi Darmawansyah, Hardy Stefanus serta M Adami Okta yang berasal dari swasta.

Penetapan tersangka kepada Fayakhun adalah pengembangan perkara suap pengadaan satelit monitoring di Bakamla. Kasus tersebut bermula ketika Ali Fahmi Habsyi yang merupakan staf khusus anggaran Kabakamla menggandeng PT Melati Technofo Indonesia (MTI) untuk ikut tender pengadaan senilai Rp 400 miliar.

Kepada Ali Fahmi, Direktur MTI  Fahmi Damawansyah setuju untuk menyerahkan fee sebesar 6 persen atau senilai 24 miliar melalui anak buahnya yakni Hardy Stevanus dan Adami Okta. Penyerahan tersebut terjadi pada tanggal 1 Juli 2016.

Tak hanya kepada Ali Fahmi, MTI juga menyuap jajaran pejabat di Bakamla di antara Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi senilai 100 ribu dolar Singapura, US$ 88.500, dan 10 ribu euro.

Sedangkan untuk Direktur Data dan Informasi di Deputi Bidang Informasi, Hukum, dan Kerja Sama Bakamla Bambang Udoyo diberikan uang senilai 105 ribu dolar Singapura.

Uang suap juga dikucurkan kepada Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan senilai 104.500 dolar Singapura, dan Kepala Subbagian TU Sestama Bakamla Tri Nanda Wicaksono senilai Rp 120 juta.