Ilustrasi: Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam/antarafoto

Koran Sulindo – Selain Gubernur Jambi Zumi Zola Zulkifli, yang ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap pengesahan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (R-APBD) Pemerintah Provinsi Jambi 2018, Jumat (2/2/2018) kemarin,  hingga hari ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangkap 2 orang gubernur lain yang berasal dari Partai Amanat Nasional (PAN).

Mereka adalah Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam, tersangka penyalahgunakan kewenangan terkait penerbitan izin tambang yang diumumkan pada 23 Agustus 2016. Lalu Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti pada 20 Juni 2017 karena diduga menerima hadiah atau janji terakit proyek pembangunan peningkatan jalan Tes-Muara Aman dengan nilai proyek Rp 37 miliar serta pembangunan peningkatan jalan Curup-Air Dingin yang bernilai Rp 16 miliar.

Terima Gratifikasi

Gubernur Jambi yang dulu dikenal sebagai aktor sinetron, Zumi Zola, diduga menerima gratifikasi sebesar Rp 6 miliar pada sejumlah proyek di Jambi.

“Tersangka ZZ, baik bersama-sama dengan tersangka ARN (Arfan/Plt Kadis PUPR Jambi) diduga menerima hadiah atau janji baik terkait proyek di Jambi, maupun dari penerimaan lainnya sebagai Gubernur Jambi, jumlahnya Rp 6 miliar,” kata Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan, di gedung KPK, Jakarta, Jumat (2/2/2018).

Kasus ini adalah pengembangan dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada 29 November 2017. KPK sudah menetapkan Arfan bersama-sama dengan Plt Sekda Jambi Erwan Malik dan Asisten Daerah Bidang III Provinsi Jambi Saifudin sebagai tersangka pemberi suap kepada anggota DPRD Jambi Supriono.

KPK menetapkan Supriono sebagai tersangka penerima suap sedangkan pemberi suap adalah Erwan, Arfan dan dan Saifuddin. Arfan ditetapkan sebagai tersangka untuk dua kasus yang berbeda.

Total uang yang diamankan dalam OTT it adalah Rp4,7 miliar. Pemberian uang itu adalah agar agar anggota DPRD Provinsi Jambi bersedia hadir untuk pengesahan RAPBD Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2018 karena para anggota DPRD itu berencana tidak hadir dalam rapat pengesahan RAPBD 2018 karena tidak ada jaminan dari pihak Pemprov.

Untuk memuluskan proses pengesahan tersebut diduga telah disepakati pencarian uang yang disebut sebagai “uang ketok”.

Uang itu diduga dikumpulkan dari pihak swasta yang selama ini menjadi rekanan Pemprov.

“Kita tahu pada saat OTT ada anggota DPR kemudian ada Plt Sekda kemudian ada Plt Kadis PU untuk uang `ketok palu` APBD 2018, logikanya apakah para plt ini punya kepentingan untuk memberikan sesuatu kepada DPRD agar ketok palu terjadi? Apapun alasannya ada keikutsertaan kepala daerah dalam hal ini gubernur,” kata Basaria.

KPK juga sudah menggeledah rumah dinas Gubernur Jambi dan vila milik rumah Zumi di Tanjung Jabung Jambi.

Zumi dan Arfan disangkakan pasal 12 B atau pasal 11 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal 12 B mengatur mengenai “Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ancaman pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam

Sementara gubernur asal PAN lainnya adalah Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam yang menjadi tersangka dengan dugaan menyalahgunakan kewenangan soal penerbitan izin tambang. Nur ditetapkan sebagai tersangka pada 23 Agustus 2016, dengan kerugian keuangan negara hingga triliunan rupiah.

“Potensi kerugian keuangan negara Rp 3 triliun, seperti disebut di praperadilan itu, dari ahli IPB. Kalau di proses penyidikan dalam posisi untuk pembuktian bukti-buti yang di BAP dari ahli, dalam hal ini BPKP. Yang disampaikan dalam praperadilan itu penghitungan awal dari ahli, dari sikap BPKP,” kata Kabag Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di kantornya, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, 11 Oktober 2016.

Nur Alam juga disangkakan menerima gratifikasi total Rp 40.26 miliar, yang diduga diterima Nur Alam selama dua periode memimpin Sulawesi Tenggara.

Gubernur Bengkulu

Gubernur asal PAN lain yang dicokok KPK adalah Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti pada 20 Juni 2017. Ridwan ditangkap karena diduga menerima hadiah atau janji dalam proyek pembangunan peningkatan jalan Tes-Muara Aman dengan nilai proyek Rp 37 miliar serta pembangunan peningkatan jalan Curup-Air Dinginyang bernilai Rp 16 miliar.

Menurut KPK, Ridwan dijanjikan mendapat fee dari pihak kontraktor proyek Jhoni Wijaya sebesar Rp 4,7 miliar. Saat ditangkap, KPK mengamankan uang Rp 1 miliar dari tangan Jhoni. [DAS]