Koran Sulindo – Sementara terlalu dini menyimpulkan ISIS sepenuhnya tumpas di Timur Tengah, yang dilakukan Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump tak lebih dari hanya memperburuk keadaan.
Terorisme tetap akan menjadi isu utama, sementara negara-negara di kawasan itu bakal selalu menjadi sarang depotisme.
Analis berpendapat, sama seperti tahun 2017 lalu Donald Trump tetap akan melakukan hal yang sama gilanya di Timur Tengah tahun ini. Sama seperti ketika dia menyatakan dukungannya atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Menurut Robert Fisk, koresponden The Independent sekaligus ahli mengenai Timur Tengahsetelah memunggungi orang-orang Palestina, proyek utama Trump adalah mendamaikan Arab Saudi dan Israel.
Fisk menyebut, Trump terobsesi bahwa aliansi anti-Iran yang kuat terdiri dari Saudi dan Israel. Persekutuan anomali wahabi dan zionis dipastikan menjadi duet isme mematikan dan menjadi ide paling keras yang pernah diimpikan orang.
Benar bahwa Rusia dan Suriah sukses menggebuk ISIS di seluruh negeri, namun menyebut kelompok itu benar-benar mati jelas terlalu dini. Bolehlah di Suriah dan Irak mereka kalah, namun ternyata segera diketahui sel-sel hidup dan sangat aktif di Semenanjung Sinai mengancam Mesir.
Boleh juga Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman berpikir ISIS tak bakal menyerang Riyadh atau Jeddah, namun yang jelas ISIS tak mati di Libya, Mali, London, Paris atau Brussel.
Orang mesti mulai berpikir bahwa makin dekat hubungan Riyadh dengan Tel Aviv, ancaman militan justru makin meningkat.
Masyarakat dunia harus mengingat orang-orang Saudi-lah yang memanggil Amerika untuk datang melawan Saddam Hussein di Irak tahun 1990-an. Perang itulah yang kemudian memicu Osama bin Laden membangun Al-Qaeda. Bukankah mereka juga masih berada di Provinsi Idlib, Suriah sekarang setelah bertahun-tahun terakhir menjadi basis utama mereka?
Di sisi lain, tahun 2018 dipastikan tak akan menjadi masa-masa kemenangan bagi orang-orang Kurdi di Suriah utara. Setelah ide referndum yang gagal tahun lalu, apa yang membuat orang Kurdi berpikir bahwa mereka bakal aman dari pemerintahan Bashar al-Assad? Atau mengapa mereka begitu yakin bahwa AS mempercayai milisi-milisi mereka termasuk Pasukan Demokratik Suriah (SDF) itu.
Jika AS dan Donald Trump tak bisa melindungi orang Palestina dari tindakan bodohnya sendiri, mereka juga jelas tak bakal perduli nasib orang-orang Kurdi.
Ada juga bayangan konflik Sunni-Syiah yang akan dikobarkan Trump bersama teman-teman Saudinya. Juga bagaimana dengan Hizbullah yang berperang begitu tangguh di samping tentara Suriah.
Hizbullah sekarang jelas menjadi kekuatan eksitensial di Lebanon sekaligus menjadi aktor penting non-negara di kawasan itu. Apakah orang Israel baik dengan dorongan atau tanpa dorongan Saudi mencoba –lagi menghancurkan Hizbullah di Lebanon?
Masalah utama yang justru sama sekali tak pernah ditangani adalah, bagaimana Timur Tengah terus menjadi sarang depotisme, kediktoran, otokrasi dan pemerintahan yang dibenci rakyatnya sendiri.
Sementara Barat berkotbah tentang penindasan di negara-negara lain, mereka diam-diam menutup mata pada praktik serupa yang dilakukan sekutu mereka. Saudi menyerbu Yaman, mengutuk Qatar atau mengirim senjata pada pemberontak di Suriah tak pernah menjadi masalah bagi Barat.[TGU]