Koran Sulindo – Kasus kematian anak yang meninggal akibat campak dan gizi buruk di Kabupaten Asmat, Papua menunjukkan kegagalan pemerintah menjamin kesehatan rakyat.
Ironis karena data itu justru bersumber dari laporan tokoh agama setempat, bukan dari dinas kesehatan, kelurahan atau atau pemerintah daerah. Pemerintah baru bergerak melakukan pendataan setelah laporan tersebut beredar.
Pastor Hery Nahak dari Keuskupan Agats yang bertugas di kampung-kampung di Distrik Pulau Tiga menyebutkan dari 23 korban meninggal berusia 1 – 3 tahun. Delapan anak meninggal berasal dari Kampung As sedangan 15 anak yang lain berasal dari Kampung Atat.
Sementara itu saat ini terdapat 12 anak dirawat di RS Agats, ibu kota Kabupaten Asmat akibat campak, gizi buruk serta penyakit lain seperti TBC, radang paru-paru da malaria. Rata-rata anak yang menjalani menjalani rawat inap itu bertubuh sangat kurus.
Oleh pihak pihak rumah sakit mereka mendapatkan makanan suplemen berupa biskuit khusus, susu, cairan infus dan oksigen.
Pemkab Asmat saat ini telah membentuk tim terpadu untuk menangani kasus yang menonjol di Kabupaten Asmat termasuk kasus gizi buruk di kampung-kampung tersebut. Tim tersebut dipimpin langsung oleh Bupati Asmat Elisa Kambu dan diperintahkan mengambil langkah cepat untuk menanggulangi kasus gizi buruk ataupun kasus lainnya.
Selain langkah penanggulangan, Dinkes Asmat juga diperintahkan memantau penyakit campak dengan mengumpulkan data yang akurat terhadap anak yang terserang penyakit campak.
“Salah satu kendala yang menghambat pelayanan kesehatan kepada masyarakat di Wilayah terpencil di kabupaten Asmat yakni minimnya tenaga dokter umum dan spesialis serta Puskesmas yang hanya berjumlah 16 puskesmas dari 23 Distrik yang ada di Kabupaten Asmat,” kata Elisa Kambu di Asmat, Kamis (11/1).
Elisa juga menambahkan pihaknya telah berupaya meminta tenaga dokter dari Kemeterian Kesehatan namun hingga saat ini belum terealisasi. Di sisi lain, anggaran kesehatan yang di anggarkan Pemda Asmat sebesar dua milyar rupiah belum mampu melayani 224 Kampung.
Bupati Asmat saat ini sudah memerintahkan untuk mengirim tim kesehatan ke distrik-distrik tempat penularan wabah campak terjadi.
Menurut laporan Kompas.com, Sabtu (13/1) kondisi RS tersebut dianggap tidak memadahi karena hanya tersedia tiga bangsal dan dua ruangan khusus untuk perawatan pasien VIP dan ICU yang dihuni empat anak yang kondisinya belum stabil.
Salah seorang ibu bernama Martha Ponam asal Distrik Pulau Tiga mengaku sudah kehilangan dua anaknya sejak bulan Desember lalu akibat campak. Dia menyebut dirinya kesulitan membawa anak-anaknya untuk imunisasi di Puskesma di Nakai karena soal transportasi.
Sejak ditetapkan sebagai kejadian luar biasa Campak Oktober 2017 sampai Januari 2018 tercatat 171 anak dirawat inap dan 393 dirawat jalan di RS Agats akibat terkena penyakit tersebut.
Merebaknya wabah campak di Kabupaten Asmat, Papua menunjukkan imunisasi yang pernah dilakukan tidak tepat sasaran. Selain belum merata, beberapa wilayah karena sulitnya medang memang tak terjangkau imunisasi.
Wilayah Asmat sebenarnya telah dari campak sejak tahun 2006. Didugam wabah campak muncul saat pergelaran pesta budaya yang berlangsung akhir 2017. Pada acara itu, nyaris seluruh masyarakat dari lapisan distrik kumpul bersama.[TGU]