Bahrum Naim/Reuters

Koran Sulindo – Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengatakan belum bisa memastikan kepastian kabar petinggi ISIS Bahrun Naim tewas. Polri melalui Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) telah menghubungi Interpol dan petinggi beberapa negara yang memiliki akses dengan Suriah, namun belum ada kabar pasti.

“Info tewasnya Bahrun Naim itu hanya sebatas media sosial,” kata Jenderal Tito di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (12/12), seperti dikutip antaranews.com.

Warta kematian Bahrun beredar luas melalui aplikasi pesan Whatsapp sejak Kamis (30/11), dua munggu lalu.

Bahrun disebut-sebut sebagai dalang aksi teror bom Thamrin, Jakarta Pusat, pada Januari 2016.

Bahrun yang kerap disebut sebagai pimpinan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) ini merupakan perekrut sejumlah teroris dari Indonesia. Bahrun kerap mengajarkan cara membuat bom melalui grup-grup Telegram internal teroris.

Penyerangan di Mapolda Sumut Juni 2017 lalu, misalnya, diduga atas perintah Bahrun Naim.

Terduga teroris menyerang Markas Polda Sumatera Utara (Sumut),Minggu (25/6) dini hari. Dalam peristiwa itu 2 orang tewas, yaitu seorang polisi dan seorang pelaku penikaman.

Penyerangan terjadi pada pukul 03.00 WIB. Korban Briptu Martua Sigalingging yang sedang tidur di pos jaga ditusuk pelaku berjumlah 2 orang yang melompati pagar. Kejadian itu diketahui oleh anggota Brimob yang tengah berjaga di pos depan kemudian melakukan pengejaran. Pelaku ditembak, salah satunya tewas di tempat.

Penyerangan itu berlangsung ketika penjagaan sedang lengah.

Polda Sumut memiliki 3 pos. Pos 1 untuk masuk, Pos 2 khusus VIP, dan pos 3 untuk keluar.

Saat penyerangan korban sedang tertidur dan langsung ditikam pelaku dengan senjata tajam. Kemudian Brigadir RB Ginting minta tolong ke Brimob yang sedang jaga di Pos lain.

Polisi lain kemudian menembak pelaku, seorang tewas, yang satunya lagi kritis.

Latar Belakang

Polisi sudah memburu Bahrum sejak awal 2016 lalu.

Polri bekerja sama dengan jaringan kerja sama internasional dan Kementerian Luar Negeri RI.

Pada 16 Januari 2016, Kapolda Metro Jaya saat itu, Inspektur Jenderal Tito Karnavian mengatakan aksi pengeboman Sarinah tersebut sebagai pembuktian pengaruh Bahrum di Indonesia agar bisa menjadi pimpinan Islamic State (IS) di Asia Tenggara.

“Di Asia Tenggara, ada Bahrun Naim yang ingin mendirikan Khatibah Nusantara. Dia juga ingin menjadi leader untuk kelompok ISIS di Asia Tengah,” kata Irjen Tito dalam jumpa pers di Istana Kepresidenan.

Bernama lengkap Muhammad Bachrunna’im Anggih Tamtomo, nama Bahrum muncul di radar tim Densus 88, ketika diketahui menyimpan ratusan amunisi di rumah kontakannya di di Jalan Kali Sampang RT 002 RW 003, Kampung Metrodranan, Kelurahan Pasar Kliwon, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta. Dia dicokok Korps Burung Hantu, 10 November 2010 silam.

Ratusan amunisi yang diantaranya adalah amunisi senapan serbu AK-47 tersebut merupakan titipan seseorang yang bernama Purnama Putra alias Ipung alias Uus. Nama terakhir ini merupakan terpidana penyembunyi Noordin M Top dan pengeboman Kedutaan Australia.

Bahrum yang pada masa kecilnya dipanggil Anggih ini, tak dijerat dengan UU Anti Terorisme. Naim yang juga memiliki nama lain Abu Rayyan dan Abu Aisyah ini hanya didakwa dengan UU Darurat No 12/1951 tentang kepemilikan amunisi, senjata api, dan bahan peledak. Ia diganjar hukuman 2,5 tahun.

Bahrum saat itu banyak menghabiskan waktunya di tempat usahanya yakni warnet (warung internet) yang berjarak sekitar dua kilometer dari kontrakannya.

Usaha warnet itu dirintis selepas dia menyelesaikan program D3 Ilmu Komputer (sekarang D3 Teknik Informatika) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret (FMIPA UNS). Ia aktif di HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan) dan pernah jadi ketua.

Nama Bahrum Naim baru mencuat lagi pertengahan Maret 2015 sepasang suami isteri asal Demak mendatangi Polres Sukoharjo untuk melaporkan hilangnya seorang mahasiswi Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) bernama Sri Lestari. Mahasiswi Fakultas Farmasi itu disebut-sebut diajak pergi Bahrum ke Suriah.

Sugiran, ayah Sri Lestari menceritakan anaknya pernah pulang ke Demak bersama dengan seorang laki-laki yang mengaku bernama Bahrun Naim. Kepada keluarga, Lestari meminta agar dirinya dinikahkan dengan lelaki itu. Namun permintaan itu ditolak lantaran Bahrun sudah memiliki dua istri.

Semenjak itu, Lestari tak pernah pulang ke Demak. Barang-barang milik Lestari di kos bahkan dikirim ke rumah orang tuanya.

Surati menduga anaknya nekat nikah dengan Bahrun. Hal itu diketahui setelah Keluarga Sugiran menelusuri keberadaan anaknya. Teman Lestari di sekitar UMS mengatakan kalau sering melihat Lestari sering dibonceng Bahrun. Lestari juga bercerita kepada teman kosnya kalau ingin ke Suriah. Informasi itu diperkuat keluarga Naim, saat Sugiran dan istrinya bertandang ke rumah Naim di Sangkrah.

Bahrum diperkirakan pergi ke Suriah bersama dengan Lestari pada awal 2015. Ia mendapatkan paspor dari Kantor Imigrasi Surakarta, Desember 2014. Beberapa sumber menyebutkan Niam menggunakan rute melalui Turki sebelum mendarat di Suriah. Informasi yang diperoleh, Bahrum mendapatkan paspor resmi dengan nomor A.9569044 tertanggal 23 Desember 2014.

Nama Bahrum kembali disebut polisi ketika melakukan serangkaian penangkapan pada Agustus 2015. Tiga warga Pasar Kliwon, Ibaddurahman alias Ali Robani alias Ibad, 29 tahun, Yuskarman (31), dan Sugiyanto (30) diciduk karena diduga tengah mempersiapkan aksi pengeboman tempat ibadah dan kantor pemerintahan bertepatan dengan peringatan HUT Kemerdekaan RI 17 Agustus. Ali Robani disebut-sebut sebagai orang kepercayaan Bahrum yang telah berada di Suriah bergabung dengan ISIS.

Menjelang tutup tahun, serangkaian penangkapan kelompok teroris di beberapa tempat seperti Bandung, Bekasi dan Solo, kembali dikaitkan dengan Bahrum. Namanya kian berkibar ketika 14 Januari 2016 Sarinah dan sekitar Jalan Tharmrin Jakarta dikoyak teroris. [DAS]