Koran Sulindo – Pada suatu siang November 2017. Kaum komunis Rusia memeringati 100 tahun Revolusi Oktober dengan berpawai di pusat kota Moskow. Peringatan ini mengundang perwakilan 88 negara – sebuah peringatan yang menyoroti perbedaan antara cita-cita Revolusi Oktober dengan Rusia hari ini.
Dengan memegang bendera merah berlambang palu-arit dan foto Lenin serta Stalin, ribuan aktivis bergerak melewati pusat kota menuju Kremlin. Alih-alih berbaris ke Lapangan Merah, kaum komunis justru berjalan ke Revolution Square, tempat patung Marx berdiri tegak.
Di masa Uni Soviet, peringatan dilakukan dengan mengerahkan senjata alat berat dan menuju Lapangan Merah. Rusia menetapkan setiap 7 November adalah hari libur nasional. Memang peserta pawai tidak sebanyak semasa era Uni Soviet. Pasalnya, Partai Komunis Rusia kurang berpengaruh dan karena Presiden Rusia Vladimir Putin tidak terlalu setuju memeringati Revolusi Oktober.
Pimpinan Partai Komunis Rusia Gennady Zyuganov mengatakan, kendati masih kecil, peringatan Revolusi Oktober harus tetap dilakukan. Apalagi hari ini kapitalisme berada dalam jurang krisis. Ia yakin kemenangan sosialisme akan datang sekali lagi di Rusia dan seluruh dunia.
Mengenai peringatan itu, New York Times menuliskan, pemerintah Rusia tidak lagi memeringati Revolusi Oktober seperti di masa Uni Soviet. Pemerintah hanya mengadakan pameran seni dan membuat seminar akademis. Putin, misalnya, dengan sengaja menghindari perayaan tersebut. Ia malah sejak 2005 memindahkan hari libur nasional jatuh pada 4 November yang sama sekali tidak memiliki dasar sejarah.
Kendati tidak hadir, peserta pawai yang terdiri atas pemuda komunis meneriakkan bahwa mereka tidak membutuhkan Putin. Yang dibutuhkan Rusia adalah warisan Lenin yang masih hidup.
Seperti Zyuganov, pemimpin Partai Komunis itu, pemuda berusia 17 tahun bernama Sergei Grankin mengatakan, pihaknya menentang pemerintahan Putin. Ia bersama dengan kawan-kawannya akan melakukan apa saja agar revolusi kelak terjadi lagi di Rusia.
“Pemerintah sekarang hanya sementara,” kata Grankin, pemimpin pemuda komunis di Moskow.
Bagi sebagian orang – terutama turis – ketika mengunjungi Rusia untuk pertama kalinya akan mengatakan, negara ini sama sekali tidak terlihat seperti negeri sosialis. Mereka justru kaget dengan kehidupan masyarakat di Moskow. Dan yang lebih ironis, justru kesenjangan sosial ekonomi sangat mencolok di negara, tempat kelahiran sosialisme pertama di dunia itu.
Masyarakat yang mendukung komunis menjadikan pawai peringatan 100 tahun Revolusi Oktober untuk menjual buku tua. Sesuatu yang tidak mungkin mereka lakukan sekitar tiga dekade lalu. [KRG]