Koran Sulindo – Beberapa remaja berswafoto di depan sosok yang berperan sebagai Adolf Hitler dengan pose heroik. Para remaja itu nampaknya tidak mengetahui latar belakang tempat mereka berswafoto itu adalah kamp konsentrasi Auschwitz. Sekitar 17 ribu orang dibunuh di situ oleh pasukan di bawah Hitler pada 1942 hingga 1944.
Akan tetapi, para remaja Yogyakarta itu justru tersenyum dengan latar belakang kamp genosida tersebut. Keberadaan Hitler dan kamp konsentrasinya merupakan bagian dari pameran museum lilin di Yogyakarta – kota yang dikenal sebagai pusat budaya Jawa, pendidikan dan bersejarah.
Adalah Museum De Arca bergaya hiburan yang menampilkan patung Hitler dengan berlatar kamp konsentrasi Auschwitz. Pengunjug remaja senang dengan keberadaan patung itu. Pameran dengan tampilan fasis Nazi dan Hitler itu memuakkan bagi orang-orang yang mengetahui tindakan genosida partai ultra-nasionalis itu di masa lalu. Salah satunya adalah Human Rights Watch dan Simon Wiesenthal Center berbasis Los Angeles.
Kedua lembaga ini, menurut laporan seattletimes.com, mengkampanyekan tentang genosida terhadap kaum Yahudi pada masa Hitler. Kedua lembaga ini karena itu mendesak panitia pameran di Yogyakarta segera menutup kegiatannya yang menampilkan Hitler.
“Itu salah. Sulit untuk berkata-kata betapa hinanya pameran itu,” tutur Rabi Abraham Cooper, yang menjadi dekan Simon Wiesenthal Center. “Latar belakang sosok Hitler itu sungguh menjijikkan. Itu menghina korban genosida di kamp tersebut.”
Maraknya peredaran simbol-simbol Nazi di Indonesia bukanlah kali pertama terjadi. Simbol-simbol Nazi di Indonesia justru menjadi favorit dan umum bagi kalangan remaja. Di negeri dengan penduduk Islam terbesar di dunia.
Sebelum ini, sebuah kafe di Bandung juga pernah mengusung nuansa Nazi. Kejadian yang pada ahirnya memicu protes “besar” dari luar negeri. Kafe tersebut akhirnya tutup pada awal tahun ini. Lalu, pada 2014, seorang penyanyi Indonesia, pendukung Prabowo Subianto juga mengenakan simbol-simbol Nazi yang memicu kemarahan publik.
Kendati mendapat protes, marketing pameran museum lilin Yogyakarta bernama Warli secara sadar dan mengetahui bahwa Hitler adalah orang yang bertanggung jawab atas genosida terhadap Yahudi pada masa Perang Dunia II. Akan tetapi, ia berkeras, patung lilin Hitler itu sudah pajang sejak 2014 dan menjadi salah satu favorit pengunjung mereka.
Pengunjung sebut Warli tetap senang karena mereka tahu apa yang dipajang hanya sebua museum hiburan.”Tidak ada pengunjung yang mengeluhkannya. Sebagian besar pengunjung kami bersenang-senang karena mereka tahu ini hanya sebuah museum hiburan.
Warli tidak tahu nama lembaga yang mengecam pameran yang menampilkan Hitler itu. Ia berjanji mendiskusikan protes Simon Wiesenthal Center dengan pemilik De Mata, pengusaha Peter Kusuma dan manajemen.
Menanggapi pernyataan Warli, Cooper meradang. Tidak mungkin memaafkan orang yang dengan sengaja menggunakan Nazisme dan Holocaust untuk mendapatkan keuntungan. Padahal, pada waktu Hitler sedang meluaskan aksi fasisme-nya, setelah Eropa sesungguhnya ia juga menyasar Asia. [KRG]