Koran Sulindo – Kendati Ketua DPR Setya Novanto acap kali mengelak dan membantah terlibat dalam korupsi KTP elektronik (e-KTP), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak mempersoalkannya. Lembaga anti-korupsi ini justru memastikan penyidikan keterlibatan Novanto dalam kasus itu tinggak menunggu surat perintah penyidikan (sprindik).
Wakil Ketua KPK Saut Sitomorang mengatakan, pihaknya tidak mempersoalkan bantahan Novanto dalam berbagai kesempatan terutama ketika menjadi saksi baru-baru ini di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. KPK pada gilirannya akan berusaha membuktikan keterlibatan Novanto dalam korupsi e-KTP.
Kehadiran Novanto menjadi saksi dalam persidangan dengan terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong pada Jumat lalu kembali menyedot perhatian publik. Kehadirannya itu pun setelah tiga kali mendapat panggilannya. Sebelumnya, Novanto selalu mangkir.
Dalam persidangan, Novanto membantah semua tuduhan yang diberikan kepadanya. Ia membantah ikut cawe-cawe dalam proyek yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun itu.
Kendati demikian, KPK tidak akan buru-buru menetapkan Novanto kembali menjadi tersangka dalam kasus itu. KPK belajar dari pengalaman karena kalah di sidang praperadilan. Proses penyidikan Novanto dipastikan Saut tetap berjalan dalam keadaan tenang, sabar dan tidak terpengaruh dari dunia luar.
Kasus Novel
Di samping persoalan Novanto, KPK juga sedang didera masalah ketidaksolidan pimpinannya dalam mengambil keputusan mengenai nasib Novel Baswedan, penyidik senior yang menderita gangguan mata karena disiram air keras. Ketidaksolidan itu mengenai keputusan untuk membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) mengungkap dalang penyiraman air keras kepada Novel.
Soal ini, mantan pimpinan KPK, Bibit Samad Rianto membagi pengalamannya ketika menjadi salah satu pimpinan lembaga itu. Ia mengakui sulit untuk mencapai kebulatan suara dalam memutuskan sesuatu di KPK. Umumnya keputusan pimpinan selalu melalui voting.
Itu karena pengambilan keputusan pimpinan KPK bersifat kolektif kolegial. Ia membandingkannya dengan lembaga serupa di Singapura. Untuk keputusan strategis diserahkan kepada ketuanya.
Sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, pihaknya berencana membawa usulan TGPF kasus penyiraman air keras kepada Novel ke Presiden Joko Widodo. Namun, Agus mengakui keputusan tersebut final karena adanya perbedaan pendapat di pimpinan KPK.
Usulan pembentukan TGPF untuk kasus Nove karena desakan aktivis anti-korupsi dan mantan pimpinan KPK. Mereka beranggapan tidak ada kemajuan dalam penyelidikan kasus penyiraman itu walau telah berjalan lebih dari enam bulan. [KRG]