Koran Sulindo – Seseorang bisa ditetapkan kembali menjadi tersangka, meski sebelumnya memenangi praperadilan. Penegasan ini disampaikan Mahkamah Konstitusi (MK) setelah menyidangkan uji materi atas Pasal 83 ayat 1 KUHAP.
Uji materi ini dimohonkan bekas Direktur PT Mobile 8 Anthony Candra Kartawiria. Ia beralasan penetapan dirinya kembali sebagai tersangka adalah pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Menurut MK, alasan Anthony itu sama sekali tidak beralasan menurut hukum.
Anthony pada tahun lalu pernah mengajukan praperadilan atas penetapan dirinya sebagai tersangka dalam kasus restitusi pajak PT Mobile 8. Permohonannya pada waktu itu dikabulkan hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Penetapan tersangka terhadap Anthony dianggap tidak sah.
Akan tetapi, berselang setahun, Kejaksaan Agung kembali mengeluarkan surat perintah penyidikan terhadap Anthony walau telah dinyatakan menang praperadilan. Ia merasa HAM-nya dilanggar dan bertentangan dengan asas kepastian hukum serta menciderai asas praduga tak bersalah.
Hakim MK justru berpendapat lain. Permohonan Anthony justru dinilai tidak beralasan menurut hukum. Dalam pertimbangannya, hakim MK menyatakan praperadilan sesungguhnya hanya berkaitan dengan tata cara atau ketentuan penanganan tersangka yang diduga melakukan tindak pidana.
Hakim MK juga tidak sependapat soal argumentasi Anthony soal dua alat bukti baru yang sah berbeda dengan yang diajukan dalam sidang praperadilan. Menurut hakim MK, bukti yang diajukan dalam penyidikan baru adalah bisa saja bukti yang dipergunakan pada penyidikan terdahulu yang ditolak karena alasan prosedural yang tidak terpenuhi dan baru dapat dipenuhi secara substansial oleh penyidik pada penyidikan yang baru.
Dengan begitu, alat bukti yang dimaksud telah menjadi alat bukti baru. Itu sebabnya, terhadap alat bukti yang telah disempurnakan penyidik tersebut tidak boleh dikesampingkan dan tetap dapat dipergunakan sebagai dasar penyidikan yang baru dan dasar untuk menetapkan kembali seorang menjadi tersangka.
Hakim MK karena itu mengimbau agar pemohon tidak perlu khawatir ketika penyidik kembali menerbitkan sprindik baru dan menetapkan menjadi tersangka dengan alat bukti yang sama dan hanya sedikit perubahan materi. Itu disebut tidak akan mengurangi hak untuk memohonkan praperadilan. Berdasarkan itu pula, MK menilai itu bukan sebagai persoalan konstitusionalitas, melainkan soal implementasi. [KRG]