Megawati Soekarnoputri ketika menerima anugerah Doktor Kehormatan di bidang Pendidikan Politik, di Universiras Pendidikan Padang, Rabu (27/9/2017)/istimewa

‎Koran Sulindo – Presiden Republik Indonesia Kelima Megawati Soekarnoputri mengungkapkan, pembangunan sebagai wujud dari demokrasi politik dan ekonomi, wajib berbasis pada riset dan kajian ilmiah.

Menurut Megawati, kebijakan berbasis ilmiah (science-based policy) itu bukan dimaknai teknokratis semata. Namun harus diwujudkan dalam bentuk riset. Karenanya, kampus harus menjadi pusat keilmuan (center of science).

“Kampus tidak hanya untuk menghasilkan tenaga ahli dan tenaga terampil bagi pembangunan. Namun, kampus pun harus menghasilkan riset-riset yang dapat digunakan sebagai acuan dalam keputusan politik pembangunan,” kata Megawati dalam orasi ilmiah tentang pendidikan dalam rangka penganugerahan gelar doktor kehormatan (honoris causa), di Universitas Negeri Padang (UNP), Sumatera Barat, Rabu (27/9).

Ia menuturkan, pada tahun 1959, sebuah perencanaan pembangunan yang ilmiah untuk Indonesia mulai diperkenalkan oleh Bung Karno, dengan Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana. Perencanaan pembangunan tersebut merupakan hasil kerja sekitar 600 pakar dari berbagai cabang ilmu, termasuk dari perguruan tinggi. Dalam konteks ini, terlihat jelas bahwa ternyata politik pembangunan pun harus berbasis pada pengetahuan.

Untuk itu, kata Megawati, agar jelas tujuan, target dan sasaran, maka kebijakan pembangunan tidak boleh berdasarkan asumsi. Pembangunan harus dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan.

“Tentu keilmuan yang tetap berorientasi dan didedikasikan pada kepentingan rakyat dan bangsa sendiri, serta berkontribusi dalam membangun tata dunia baru yang lebih berkeadilan,” terangnya.

Salah satu syarat pentingnya tentu saja hal demikian adalah politik legislasi dan politik anggaran terkait riset harus menjadi prioritas, sekaligus politik tetap negara.

Lembaga Riset Nasional

Megawati mengingatkan, tidak ada satu negara pun yang dapat menjadi negara maju, jika tidak berfokus pada riset ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagai dasar kebijakan pembangunan.

“Karena itu, saya sangat memimpikan Indonesia memiliki Lembaga Riset Nasional, seperti yang pernah dirintis Bung Karno. Lembaga Riset Nasional yang mengonsolidasikan keseluruhan riset tidak hanya di lembaga riset negara, tetapi juga swasta,” ujarnya.

Ia melanjutkan, di negara-negara maju, terdapat konektivitas yang kuat antara perguruan tinggi dan lembaga riset negara. Sehingga universitas dan perguruan tinggi pada akhirnya menjadi salah satu pilar penting, yang berkontribusi besar pada kemajuan rakyat, bangsa dan negara. Civitas akademika bukan mereka yang duduk di menara gading. Universitas bukan untuk menghasilkan manusia yang hanya disibukkan dengan alam pemikiran dan ide ilmiah.

“Bagi saya, ilmu hanya akan menjadi ilmu jika bermanfaat bagi kemanusiaan,” imbuhnya.

Megawati juga berkomitmen untuk terus berjuang bersama civitas akademika Indonesia, termasuk yang berada di Universitas Negeri Padang. Untuk terus mendorong politik pendidikan yang dapat melahirkan akademisi-akademisi organik.Yakni, akademisi yang memiliki kegelisahan dan mampu mencari solusi ilmiah atas problematika yang dihadapi rakyat.

“Inilah sebenarnya maksud yang sebenar-benarnya bahwa pengetahuan tidak untuk pengetahuan. Pengetahuan untuk berjuang, Berjuang untuk tanah air, untuk bangsa, dan untuk peri-kemanusiaan,” imbuhnya. [CHA]