Koran Sulindo – Koalisi masyarakat sipil Kalimantan Tengah
mengingatkan komitmen Presiden Joko Widodo untuk mecegah kebakaran hutan dan lahan agar tidak terulang lagi. Jokowi bahkan disebut berjanji akan mengevaluasi perizinan, menegakkan hukum, serta memulihkan wilayah kelola rakyat.
Apa yang terjadi pada 2015, kebakaran hutan dan lahan merupakan tragedi yang menjadi bagian dari pelanggaran hak asasi manusia dan hak atas lingkungan hidup. Dan kenyataannya, penegak hukum justru acap mengkambinghitamkan masyarakat dan petani sebagai penyebab kebakaran lahan dan hutan.
Koalisi yang terdiri atas Walhi Kalimantan Tengah, GMKI Palangkaraya, Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) Nyaru Menteng, AGRA Kalimantan Tengah, Save Our Borneo (SOB), GMNI Palangkaraya, FMN Palangkaraya, Mapala Dozer Fakultas Teknik Universitas Palangkaraya karena itu melalui aksinya mengingatkan pemerintah soal itu.
Kebakaran hutan dan lahan Kalimantan Tengah pada 2015 merupakan kebakaran terparah sejak 1997. Wilayah yang terbakar meliputi sekitar 123 ribu hektare atau dua kali luas daratan DKI Jakarta. Wilayah yang mengalami kebakaran mayoritas berada di kawasan gambut, Kalimantan Tengah.
Akibatnya, membuat Kalimantan diselimuti kabut asap. Kualitas udara mencapai 10 kali lipat dari ambang batas normal sehingga seluruh sekolah di Kalimantan Tengah terpaksa diliburkan. Kesehatan warga menjadi terganggu. Sekitar 13,949 orang terkena ISPA dan sekitar 4.453 mengalami diare. Juga menyebabkan empat orang tewas dan kerugian materi diperkirakan miliaran rupiah.
Di samping menyebabkan jatuhnya korban jiwa dan kerugian materi hingga miliaran rupiah, satwa liar seperti orangutan juga ikut menjadi korban. Catatan BOSF, lebih dari 100 orangutan diselamatkan dan 79 di antaranya diselamatkan dari kebakaran hutan dan lahan di wilayah sungai Mangkutub- Kapuas.
Sebanyak 15 dari Wilayah kebakaran di Tumbang Nusa dan enam bayi yang dipelihara warga Kabupaten Pulang Pisau berhasi disita oleh BKSDA Kalteng dan dititipkan di BOSF Nyaru Menteng untuk direhabilitasi.
Sementara data yang dikumpulkan Walhi Kalteng menyebutkan, sejak 1 Juni 2017, terdapat 87 titik api. Perinciannya 49 titik api berada dalam kawasan hutan, dengan 23 titik berada dalam kawasan hutan produksi (HP), 20 titik berada dalam kawasan hutan konversi (HPK), 14 titik diduga berada dalam konsesi perkebunan besar swasta (PBS) kelapa sawit yang tersebar di delapan Kabupaten di Provinsi Kalimantan Tengah.
Berikut PBS kelapa sawit itu:
– PT. Globalindo Alam Lestari (PT.GAL) Kabupaten Barito Selatan sebanyak 5 titik
– PT. Agro Subur Permai (PT.ASP) Kabupaten Kapuas sebanyak 1 titik
– PT. Kereng Pangi Perdana (PT.KPP) Kabupaten Kaltingan sebanyak 3 titik
– PT. Persada Bina Nusantara Abadi (PT.PBNA) Kabupaten Kotawaringin Barat sebanyak 1 titik
– PT. Windu Nabatindo Abadi (PT. WNA) Kabupaten Kotawaringin Timur sebanyak 1 titik
– PT. Sawit Lamandau Raya (PT.SLR) Kabupaten Lamandau sebanyak 1 titik
– PT. Agrindo Green Lestari (PT. AGL) Kabupaten Pulang Pisau sebanyak 1 titik
– PT. Rimba Harapan Sakti (PT. RHS) – Wilmar Grup Kabupaten Seruyan sebanyak 1 titik
Sedangkan, titik api yang berada dalam kawasan gambut adalah sebanyak 24 titik. Titik api area kawasan gambut tersebar di enam kabupaten yaitu Barito Selatan, Kapuas, Katingan, Kotawaringin Barat, Kotawaringin Timur, dan Kabupaten Sukamara.
Soal kebakaran hutan dan lahan pada 2015 itu, Pengadilan Negeri Palangkaraya telah membuktikan bahwa gugatan rakyat dimenangkan dan memutuskan pemerintah lalai dalam mencegah kebakaran hutan dan lahan. Dengan kata lain, rakyat tidak membakar hutan dan lahan. Atas putusan itu, pemerintah lalu mengajukan banding. [KRG]