Koran Sulindo – Rancangan Undang-undang Pemilu akan disahkan dalam sidang paripurna di DPR hari ini. Sampai saat ini, 5 isu utama yang membuat proses legislasi itu terseok-seok masih belum ada kesepakatan. Jika musyawarah dan lobi-lobi politik mentok, UU Pemilu itu kemungkinan akan disahkan melalui hitung suara (voting). RUU Pemilu ini adalah gabungan dari 3 UU, yaitu UU tentang Pemilu Legislatif, UU tentang Pemilu Presiden, dan UU tentang Penyelenggara Pemilu.
Dari 5 isu utama tersebut, yang paling keras adalah pertempuran pada atau ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold). Dalam isu ini, pemerintah menginginkan angkanya 20 persen, sama seperti UU Pemilu 2008. Sementara Gerindra, PKS dan Demokrat ingin PT dihapus dengan alasan Pileg dan Pilpres 2019 digelar serentak. PAN dan PKB mematok angka 10 persen. Besaran prosentase ini menentukan partai-partai politik yang berhak mencalonkan presiden pada Pemilu 2019 nanti. Jika angka dipatok 20 persen jumlah parpol yang berwenang hanya terbatas, dan skenarionya akan tersisa hanya 2 kandidat seperti pada Pemilu 2014. jika o persen maka semua parpol berhak mengusung calon sendiri-sendiri, dan Pilpres 1999 akan terulang lagi.
Pekan lalu Pansus Pemilu DPR telah membuat 5 paket UU Pemilu. Ada lima paket yang akan diajukan dalam sidang paripurna pekan depan. Kelima paket tersebut adalah Paket A, presidential threshold (20-25 persen), parliamentary threshold (empat persen), sistem pemilu (terbuka), alokasi kursi (3-10 kursi), metode konversi suara (saint lague murni).
Lalu Paket B adalah presidential threshold (nol persen), parliamentary threshold (empat persen), sistem pemilu (terbuka), alokasi kursi (3-10 kursi), metode konversi suara (quota hare). Paket C adalah presidential threshold (10-15 persen), parliamentary threshold (empat persen), sistem pemilu (terbuka), alokasi kursi (3-10 kursi), metode konversi suara (quota hare). Sedangkan Paket D adalah presidential threshold (10-15 persen), parliamentary threshold (lima persen), sistem pemilu (terbuka), alokasi kursi (3-8 kursi), metode konversi suara (saint lague murni).
Sedangkan Paket E, presidential threshold (20-25 persen), parliamentary threshold (3,5 persen), sistem pemilu (terbuka), alokasi kursi (3-10 kursi), metode konversi suara (quota hare).
Dalam rapat pansus yang berlangsung Kamis (13/7), dari 10 fraksi, 5 fraksi mendukung paket A, yaitu Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Fraksi NasDem, serta Fraksi Hanura. Sementara separuhnya lagi mau membawa ke paripurna, yaitu Fraksi Gerindra, Fraksi Demokrat, Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
PDIP
Dalam rapat Fraksi PDIP di gedung DPR, Senayan, Rabu (19/7), seluruh anggota diwajibkan memilih paket A.
“Tadi memastikan semua anggota Fraksi PDIP hadir jika besok akan dilaksanakan voting dan pilihan atas paket A itu bisa dilaksanakan secara konsisten,” kata anggota Pansus RUU Pemilu Fraksi PDI Perjuangan, Arif Wibowo, Rabu (19/7).
Fraksi PDIP mewajibkan seluruh 106 anggotanya hadir dalam paripurna. Kecuali alasan yang masuk akal seperti sakit.
Amggota DPR dari PDIP wajib hukumnya memilih paket A.
“Kalau bahasanya fardu ain, bukan fardu kifayah,” kata Arif.
Ketua Fraksi PDIP Utut Adianto juga memastikan seluruh anggota fraksinya akan hadir.
Presiden Joko Widodo menyerahkan soal RUU Pemilu itu pada mekanisme di DPR.
“Itu ruangnya di wilayah DPR. Pemerintah dalam hal ini pengajuannya, karena dari pengalaman beberapa kali Pemilu kan sudah 20 persen berjalan baik. Ingin ke depan kita semakin sederhana, semakin sederhana,” kata Presiden Jokowi, di JCC, Senayan, Jakarta, Rabu (19/7).
Namun Jokowi berharap paripurna akan menyetujui usulan Pemerintah soal ambang batas presidential treshold. [DAS]