Koran Sulindo – Penangkapan Direktur Utama PT Garam Achmad Budiono disebut momentum untuk memperbaiki karut marut tata kelola garam Indonesia. Dengan demikian, semua pihak terutama petani garam bisa merasakan manfaatnya.
Karut marut tata kelola garam itu antara lain jumlah impor yang mencapai jutaan ton. Seolah-olah petani garam di negeri ini dianggap tak mampu memproduksi dalam jumlah jutaan ton. Sesungguhnya petani garam kita bukan tidak mampu, namun pemerintah membiarkan kualitas garam petani kita kalah bersaing dari negara-negara lain di dunia.
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) karena itu heran mengapa kualitas garam kita dibiarkan rendah walau ada empat kementerian yang mengelolanya. Tak pernah ada upaya untuk meningkatkan kualitas garam lokal agar setara dengan garam impor.
“Selama ini alasan itu yang dipakai pemerintah untuk mengimpor garam. Kadar Natrium Klorida (NaCl) garam lokal dikatakan rendah,” kata Sekjen Kiara Susan Herawati di Jakarta, Senin (12/6).
Menurut Susan, produksi petani garam lokal sebetulnya bisa mencapai tiga juta ton. Jumlah itu sudah mencukupi kebutuhan nasional yang berkisar dua juta hingga tiga juta ton. Tapi, itu tadi, karena kadar NaCl disebut rendah, maka garam lokal tak bisa diserap sehingga kalah bersaing dari garam impor.
Data yang dimiliki Kiara, produksi garam lokal sejak 2012 hingga 2016 terus mengalami penurunan. Selain karena kualitas garam lokal itu rendah, juga karena harganya yang sama sekali tidak menguntungkan petambak garam.
Pada 2012, misalnya, produksi garam lokal mencapai sekitar 2,07 juta ton (jumlah impor 2,3 juta ton). Selanjutnya, produksi garam lokal pada 2013 mencapai 1,08 juta ton (impor 2,02 juta ton). Kemudian, pada 2014, produksi garam lokal mencapai 2,1 juta ton (impor 2,25 juta ton). Lalu, pada 2015, produksi garam lokal mencapai sekitar 2,8 juta ton (impor 2,1 juta ton). Terakhir, pada 2016, produksi mencapai sekitar 138 ribu ton (impor tiga juta ton).
Penurunan produksi garam lokal, kata Susan, membuat harganya melonjak. Oleh karena itu, produsen garam konsumsi dalam beberapa bulan terakhir menggunakan bahan baku impor.
Nasib Petani Garam
Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi IV DPR KH Kholilurrahman mengatakan, sebagai negara pesisir terpanjang kedua di dunia setelah Kanada, nasib petani garam di dalam negeri miris. Karena itu, selepas penangkapan Achmad, Direktur Utama PT Garam itu, tata kelola garam perlu diperbaiki.
“Semisal, memodernkan peralatan, meningkatkan keterampilan melalui petani dan buruh garam,” tutur Kholilurrahman.
Menyinggung tentang pemilihan pimpinan PT Garam, ia mengingatkan agar sosok yang menduduki jabatan direktur utama dalam perusahaan tersebut harusla berintegritas sehingga bisa memperbaiki tata kelola garam di Indonesia.
Direktorat Tindakan Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Mabes Polri menciduk Direktur Utama PT Garam Achmad Budiono atas dugaan penyalahgunaan izin importasi dan distribusi garam. Ia disebut mengubah rencana impor garam konsumsi menjadi garam industri. [KRG]