Koran Sulindo – Setelah Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mencabut berkas banding kasusnya, Kejaksaan Agung juga mempertimbangkan hal yang sama. Kejaksaan sedang mengkaji dan mempertimbangkan hal-hal yang sangat mendesak mengapa mesti terus melanjutkan banding.
Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan, pencabutan banding oleh Ahok – Gubernur DKI nonaktif itu – berarti menerima putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Tentunya, ia telah mengaku bersalah. “Itu secara yuridis,” kata Prasetyo di kantornya, Jakarta, Selasa (23/5).
Soal pencabutan banding, kata Prasetyo, memang menjadi hak terdakwa. Setelah mendengar pencabutan banding itu, Prasetyo lalu mendiskusikannya dengan jaksa penuntut umum. Itu yang sedang dikaji, apa pentingnya dan relevansinya jaksa tetap mengajukan banding atas putusan terhadap Ahok.
“Kita lihat perkembangannya nanti ya. Apakah jaksa akan tetap berpendirian bahwa Ahok bukan menista agama sesuai dengan fakta persidangan,” kata Prasetyo.
Ahok diputus bersalah dengan hukuman dua tahun penjara oleh PN Jakarta Utara. Tak lama setelah putusan itu, ia bersama kuasa hukum memutuskan untuk banding. Ia pun sudah sempat mendaftarkan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Akan tetapi, pada Senin (22/5) kemarin, ia mencabut berkasnya setelah mempertimbangkan dan mengkajinya dari berbagai aspek. Keputusan itu disebut sebagai yang terbaik dari yang terburuk kendati keluarga mengaku kecewa dengan putusan majelis hakim karena menyatakan Ahok sebagai penista agama. Tak adil.
Sebagian pengamat justru melihat pencabutan berkas banding itu oleh Ahok dan timnya sebagai strategi untuk melakukan upaya hukum luar biasa alias Peninjauan Kembali (PK). Karena putusan tingkat pertama pada 9 Mei lalu akan menjadi berkekuatan hukum tetap tanpa ada upaya hukum lanjutan.
Pakar hukum pidana Abdul Fickar Fajar, misalnya, PK lebih realistis dan lebih singkat ketimbang menjalani proses banding dan akan lanjut lagi ke kasasi. Oleh karena itu, ia menduga pencabutan berkas itu arahnya menuju PK.
Menurut Fickar, Ahok bisa mengajukan PK dengan menempuh satu dari dua alasa. Pertama, adanya bukti-bukti baru atau disebut sebagai novum. Kedua, karena ada kekeliruan dalam putusan atau vonis majelis hakim.
Ia karenanya merasa masuk akal jika kuasa hukum Ahok menggunakan alasan kedua ketika mengajukan PK. Karena mereka bisa membangun argumentasi majelis hakim mengabaikan pembelaan atau bukti-bukti yang diajukan.
PK diajukan kepada Mahkamah Agung melalui Ketua pengadilan yang memutus pada tingkat pertama. [KRG]