Ilustrasi yang menggambarkan Trump sebagai "boneka" Putin [Foto: Istimewa]

Koran Sulindo – Setelah membuat berbagai kebijakan kontroversi, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali mengejutkan publik Amerika. Kali ini ia memecat Direktur FBI James Comey yang sedang memimpin penyelidikan dugaan campur tangan Rusia dalam dalam pemilihan presiden AS.

Tentu saja pemecatan itu mengejutkan. Apalagi FBI sedang menyelidiki dugaan kedekatan orang dekat Trump dengan Rusia untuk mempengaruhi hasil pemilu. Juru bicara Gedung Putih Sean Spicer menyebutkan, Trump memecat Comey setelah mendapat rekomendasi dari jaksa agung dan wakil jaksa agung.

Putin memang memberikan perhatian yang sangat mendalam terhadap pemilihan presiden AS pada tahun lalu. Ia disebut begitu “membenci” Barack Obama karena memberi sanksi ekonomi terhadap sekutu Putin – terutama setelah Rusia menduduki Krimea dan menginvasi Ukraina timur. Televisi milik pemerintah Rusia kala itu menghina dan menyebut Obama sebagai orang yang “lemah”, dan “tidak beradab”.

Dugaan Trump sebagai “boneka” Putin itu juga dIlustrasuiungkap Mikhail Fishman, Pemimpin Redaksi Moscow Times. Koran mingguan yang dipimpin Fishman itu acap mengkritik Putin dan seringkali mendapat ancaman serta diserang oleh para pendukung Putin.

Fishman selalu mengkritik Putin dan telah meliput situasi politik Rusia selama 15 tahun. Selama setahun terakhir, ia melihat dan memantau hubungan “aneh” antara Trump dan Putin. Terutama memantau tujuan strategis Putin. Dalam sebuah wawancara, Fishman mengaku hubungan keduanya tidak masuk akal, mengapa Trump begitu “tunduk” pada Putin dan Rusia. Fishman mungkin benar karena selama ini belum pernah ada pemimpin AS yang menjadi “boneka” dari pemimpin negara lain. Umumnya mereka yang membentuk “boneka-boneka” mereka di berbagai belahan dunia.

“Saya tidak percaya itu serba kebetulan. Memang semuanya sudah diatur,” kata Fishman seperti dikutip vox.com pada April lalu.

Dugaan Fishman bahwa Trump sebagai “boneka” Putin bukan tanpa dasar. Sebagai wartawan yang telah meliput politik Rusia selama 15 tahun, ia memiliki banyak sumber. Memang beberapa informasi itu nampaknya dangkal, tapi ia meyakini Rusia memegang banyak rahasia Trump. Ia akan tetapi tidak bisa menuduhnya jika tanpa bukti.

Sementara ini, Fishman memang hanya bisa skeptis sampai nanti ada bukti nyata tentang “hubungan” Trump dan Putin. Sosok Trump dan Putin digambarkan memang berbeda sama sekali. Putin merupakan mantan perwira intelijen Uni Soviet, sementara Trump merupakan pengusaha Amerika yang penuh dengan sandiwara.

Kemudian, Trump kelihatannya tampak bodoh dan narsisme. Tidak jujur. Di sisi lain, Putin, sosok yang mengatur, berhitung dan merencanakan segalanya. Berbeda dengan Trump, ia juga sepertinya menyembunyikan sebagian kehidupan pribadinya dengan cara yang tidak dimiliki Trump. Dan faktanya, Putin memang jauh lebih berpengalaman dibanding Trump.

Pengalaman Putin dalam politik global juga tidak bisa dipungkiri. Ia tahu untuk melakukan sesuatu, tahu cara sistem bekerja, dan membuat banyak kesalahan, tapi tahu cara memperbaikinya. Sedangkan, Trump boleh disebut sebagai orang tua yang “tolol”, tidak memiliki pengalaman berkiprah dalam politik global dan saban hari menunjukkan kebodohannya.

Berdasarkan itu, visi Trump sesungguhnya dibentuk oleh mesin propaganda Rusia. Semisal, pada musim kampanye pemilihan presiden AS pada tahun lalu, Trump justru digambarkan sebagai orang yang jujur, politikus yang dianiaya oleh elite dan mafia hitam di Washington. Tentu saja itu dimaksudkan untuk merusak citra Hillary Clinton. Putin tidak rela Clinton menang. Pasalnya, kebijakannya diduga akan lebih “ganas” ketimbang Obama.

“Putin mengalami kesulitan dalam beberapa tahun terakhir sejak menginvasi Krimea pada 2014. Putin melihat keberadaan Trump akan mengubah dinamika politik global,” kata Fishman menambahkan.

Berdasarkan analisanya itu, Fishman menyimpulkan bahwa Trump merupakan “boneka” Putin. Sebagai sosok yang “bodoh” Rusia meyakini Trump menjalankan agenda mereka. Putin yakin bisa memanipulasi Trump untuk mencapai keinginan Rusia. Dan memang sudah seharusnya begitu, kata Fishman. [Kristian Ginting]