Koran Sulindo – Peneliti dari Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Hifdzil Alim meminta DPR RI tak perlu reaksioner menanggapi pencekalan Ketua DPR RI Setya Novanto. Sebab, pencekalan itu pada intinya bertujuan untuk pemeriksaan sebuah kasus agar lebih mudah.
“Jadi ya wajar saja. Tak perlu terlalu reaksioner,” kata Hifdzil Alim atau yang akrab dipanggil Boy kepada Koran Sulindo, Rabu (12/4).
Sebagaimana telah diberitakan sebelumnya, pencekalan Setya Novanto untuk bepergian ke luar negeri oleh KPK terkait dengan proses penyidikan Andi Agustinus alias Andi Narogong dalam kasus mega korupsi proyek KTP elektronik.
Dan atas pencekalan terhadap Ketua DPR RI ini membuat pimpinan DPR RI, yakni Fahri Hamzah merasa keberatan dan akan menyurati Presiden Joko Widodo. “Pimpinan dewan akan lakukan kirim surat terkait nota keberatan dan rapat konsultasi dengan presiden. Ini dalam rangka melindungi dan menjaga ketatanegaraan kita dan kepastian hukum khususnya terhadap DPR RI karena lembaga pengawas tertinggi yang di dalamnya apabila gangguan, lembaga lain juga terganggu,” ujar Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah saat jumpa pers di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (11/4) sebagaimana diberitakan Detik.com.
Dalam jumpa pers itu Fahri yang didampingi Fadli Zon juga menyatakan, pencekalan Setyo Novanto bisa mengganggu kerja serta memperburuk citra DPR. “Perlu dicatat, pencegahan dapat mengganggu kerja kelembagaan dan memperburuk citra DPR. Tidak saja di dalam namun di luar negeri. Dengan cekal, Novanto tidak bisa pergi,” ujar Fahri.
Menurut Boy, pencekalan terhadap Setya Novanto itu hanya membatasi yang bersangkutan untuk bepergian ke luar negeri saja. Dengan begitu, lanjutnya, aktivitas lain di dalam negeri masih bisa dilakukan.
“Urusan Ketua DPR yang berhubungan dengan luar negeri, untuk sementara dapat didelegasikan ke Wakil Ketua DPR, misalnya ke Fahri Hamzah atau yang lainnya,” tutur Boy. [YUK]