Presiden Duterte (kaos putih) di tengah pasukan tempur Filipina.

Koran Sulindo – Pulau-pulau dan dangkalan yang tak berpenghuni di wilayah sengketa Laut Cina Selatan dan dianggap masuk wilayah Filipina akan diduduki dan dijaga. Instruksi untuk itu telah dikeluarkan Presiden Filipina Rodrigo Duterte pada Kamis (6/4). Ia menegaskan, pendudukan tersebut merupakan upaya untuk menjaga kedaulatan dan yuridiksi Filipina.

Reuters memberitakan, Duterte mengatakan pulau-pulau yang belum diduduki itu adalah milik negaranya. “Mari kita pertahankan,” ujar Duterte kepada rombongan wartawan yang diajak mengunjungi sebuah pangkalan militer di Palawan, di dekat perairan sengketa. Menurut dia, semua orang tampaknya memegang pulau-pulau di sana. “Jadi, sebaiknya kita pertahankan yang masih belum dihuni. Apa yang menjadi milik kita sekarang, kita aku dan buat alasan yang kuat dari situ.”

Ia juga menyatakan, dirinya sebagai Presiden Filipina telah memerintahkan personel militer untuk melakukan pendudukan pulau-pulau itu. “Kami mencoba untuk berteman dengan semua orang, tapi kami harus menjaga yurisdiksi kami sekarang, setidaknya area tersebut di bawah kontrol kami,” kata Duterte lagi.

Sejumlah pasukan militer pun telah diterjunkan ke pulau-pulau itu, yang berada di teritori Laut Cina Selatan. “Saya telah memerintahkan angkatan bersenjata untuk menduduki semuanya,” ujarnya.

Filipina, tambahnya, mungkin akan mengibarkan bendera di salah satu pulau, yakni Pulau Pagasa atau dikenal dengan Pulau Thitu, pada hari kemerdekaan Filipina, 12 Juni mendatang.  “Pada Hari Kemerdekaan yang akan datang, saya mungkin akan berkunjung ke Pulau Pagasa untuk mengibarkan bendera di sana,” kata Duterte.

Pulau Pagasa  atau Pulau Thitu adalah pulau terbesar di Kepulauan Spratly yang diklaim tidak hanya oleh Filipina, tapi juga oleh Cina, Taiwan, Malaysia, Vietnam, dan Brunei. Namun, Filipina telah membangun barak-barak militer di pulau tersebut.

Pada masa Presiden Filipina sebelumnya, Benigno Aquino, Filipinan memang telah memenangkan kasus sengketa teritori di pengadilan internasional di Den Haag, Belanda. Keputusan tersebut menyatakan, Cina tidak memiliki hak yang legal dan dasar hukum untuk mengklaim sebagian besar perairan di wilayah yang disengketakan.

Sungguhpun begitu, ketika berkunjung ke Cina pada Oktober 2016 lalu, Duterte mengatakan kepada Presiden Cina Xi Jinping bahwa Filipina akan mengikuti alur ideologi Cina. Setelah pertemuan tersebut, Cina pun mengizinkan kapal-kapal nelayan Filipina masuk ke wilayah Laut Cina Selatan yang dikendalikan Cina.

Pada bulan Oktober itu, Duterte mengumumkan “pemisahan” negaranya dari Amerika Serikat. Ia menyatakan, Filipina telah bersekutu kembali dengan Cina. Kedua negara juga sepakat menyelesaikan persengketaan di Laut Cina Selatan melalui perundingan. Langkah Duterte untuk mengikatkan diri dengan Cina merupakan fenomena baru dalam kebijakan luar negeri Filipina.

Kendati begitu, rencana pendudukan yang diinstrukkan Duterte itu agaknya sulit diterima Cina. Karena, Cina mengklaim hampir seluruh wilayah Laut Cina Selatan. [RAF]