70% Bankir di Indonesia Belum Taat Pajak, Menkeu Sri Mulyani pun Beri Ancaman

Koran Sulindo – Menteri Keuangan Sri Mulyani mengancam. Yang menjadi sasaran ancamannya adalah para bankir yang tergabung dalam Ikatan Bankir Indonesia (IBI) yang belum belum memanfaatkan program pengampunan pajak (tax amnesty). “Saya tahu nama komisaris dan direksinya. Saya tahu nama banknya,” kata Sri mengawali sambutannya  dalam acara Economy Outlook 2017 yang digelar IBI di Plaza Bapindo, Jakarta, Jumat (9/12).

Diungkapkan Sri, ada 70% dari 963 komisaris dan direksi bak anggota IBI yang belum memanfaatkan program tersebut. Tepatnya: 215 komisaris dan dan 410 direksi. Bila mereka tak mengikuti program itu, ancaman dari Sri: dia akan meminta IBI mencabut sertifikat para bankir tersebut.

Kalau sertifikat para bankir yang tak patuh tersebut tidak dicabut, menurut Sri, akan bikin jelek kredibilitas IBI. Diungkapkan Sri, bankir itu bak malaikat: membuat catatan detail soal keuangan seperti malaikat mencatat amal buruk dan kebaikan manusia. Ia pun berharap bankir juga menghitung dan mencatat laporan pajaknya secara benar. “Saya tidak meminta jiwa-raga Anda. Saya hanya meminta bayarlah pajak,” ujarnya.

Dipaparkan Sri, uang tebusan amnesti pajak per 8 Desember 2016 lalu sudah mencapai Rp 100,5 triliun. Jumlah tersebut terdiri atas wajib pajak orang pribadi non-usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) Rp 81,9 triliun; orang pribadi UMKM Rp 3,9 triliun; badan non-UMKM Rp 10,5 triliun, dan; badan UMKM Rp 300 miliar. Dia menyayangkan, peserta amnesti pajak baru mencapai 482 ribu wajib pajak. Padahal, jumlah bankir mencapai 150 ribu orang. “Kalau bankir ikut semua, pasti di atas ini,” kata Sri.

Terkait kondisi perekonomian Indonesia pada tahun 2017, Sri mengatakan Indonesia pasti akan terkena dampak perekenomian dunia yang masih dilanda ketidakpastian. Pertumbuhan ekonomi global pun diprediksi masih akan melambat. Tahun 2017, pertumbuhan ekonomi global diprediksi ada di angka 3,1%, lebih rendah dari 2016 yang ada di angka 3,2%. Setelah krisis global, tren pertumbuhan ekonomi terus menurun.

Kendati begitu, kata Sri lagi, APBN 2017 dirancang tak hanya menciptakan daya tahan bagi perekonomian Indonesia, tapi juga agar perekonomian Indonesia terus bertumbuh.Misalnya, dalam APBN 2017, pertumbuhan ekonomi dipatok di angka 5,1%. Proyeksi ini lebih tinggi dari proyeksi Bank Indonesia yang mematok di angka 5% sampai 5,04%. “Target ini adalah asumsi yang hati-hati, namun tidak mengurangi optimisme,” ujar Sri.

Akan  halnya pertumbuhan ekonomi 2016 diprediksi ditutup pada angka 5,0%. “Ini memang lebih baik dari tahun lalu, tapi itu bukan suatu yang terbaik yang bisa kita lakukan. Kita masih bisa lakukan lebih baik lagi,” katanya.

Sri optimistis pemerintah mampu meraih target tersebut. Caranya antara lain dengan memanfaatkan investor dalam negeri.

Pemerintah, ungkapnya, akan mendorong investasi, baik dari konsumsi pemerintah secara langsung, BUMN, maupun dari pihak swasta. Di sisi sektoral, sektor manufaktur, konstruksi, pariwisata, perdagangan, transportasi, dan komunikasi masih bisa tumbuh positif.

Untuk belanja pemerintah, masih sama dengan sebelumnya, yaitu belanja yang bersifat produktif, seperti infrastruktur dan sosial. Pembangunan infrastruktur diharapkan dapat menunjang investasi. Untuk sosial seperti edukasi dan kesehatan diharapkan mampu menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, yang mayoritas penduduk Indonesia sekarang ini didominasi anak muda. “Ini semua untuk memperkuat ekonomi Indonesia dalam menghadapi situasi yang tidak pasti di luar,” tutur Sri. [RAF]