Pada suatu titik dalam sejarah fisika modern, hukum kekekalan paritas, sebuah prinsip yang diyakini sakral dalam mekanika kuantum, harus ditantang dan akhirnya tumbang. Sosok yang menentang itu adalah Chien-Shiung Wu, seorang fisikawan nuklir Tiongkok-Amerika, yang memimpin eksperimen revolusioner itu. Nama Chien-Shiung Wu mungkin tak sepopuler Albert Einstein atau Marie Curie di telinga masyarakat umum. Namun Wu berdiri tegak sebagai salah satu tokoh paling revolusioner dalam dunia ilmu pengetahuan.
Ia bukan hanya berkontribusi pada proyek nuklir paling rahasia abad ke-20, tetapi juga berhasil mengguncang dasar-dasar pemahaman ilmiah lewat satu eksperimen berani yang menggugurkan hukum kekekalan paritas, sesuatu yang sebelumnya dianggap tak tergoyahkan. Ironisnya, meski pembuktiannya menjadi fondasi penting bagi dua rekan sejawatnya meraih Hadiah Nobel, Wu sendiri tidak menerima penghargaan serupa. Namun ketidakadilan itu tidak mampu menghapus warisannya dalam dunia fisika.
Melansir laman biography.com, Chien-Shiung Wu dikenal sebagai “Ibu Negara Fisika”, “Ratu Riset Nuklir”, dan bahkan “Madame Curie dari Tiongkok”, Chien-Shiung Wu bukan hanya pelopor dalam fisika partikel dan peluruhan beta, melainkan juga simbol ketekunan ilmiah dan ketangguhan perempuan di ranah yang didominasi laki-laki. Di sepanjang hidupnya, ia memecahkan banyak batas dan menciptakan jalan bagi generasi ilmuwan perempuan yang datang setelahnya.
Wu lahir pada 31 Mei 1912 di Liuhe, sebuah kota kecil di provinsi Jiangsu, Tiongkok, dari pasangan Zhong-Yi Wu dan Fanhua Fan. Ia adalah anak tengah dari tiga bersaudara, sekaligus satu-satunya anak perempuan. Sejak kecil, Wu sudah dikelilingi oleh semangat pendidikan. Ayahnya, seorang insinyur, mendirikan Sekolah Kejuruan Berkelanjutan Wanita Mingde, salah satu sekolah pertama yang menerima murid perempuan, dan ibunya adalah seorang guru.
Wu menunjukkan kecintaan terhadap sains dan matematika sejak dini. Ia mengenyam pendidikan dasar di Mingde sebelum melanjutkan ke Sekolah untuk Anak Perempuan Suzhou (Soochow), tempat ia juga terdaftar dalam program pengajaran Sekolah Normal. Setelah sempat belajar di sekolah umum Shanghai Gong Xue selama satu tahun, pada tahun 1930, Wu diterima di Universitas Nanjing salah satu institusi pendidikan tinggi paling bergengsi di Tiongkok. Awalnya ia mengambil jurusan matematika, namun setelah terinspirasi oleh Marie Curie, Wu mengalihkan fokusnya ke fisika dan lulus pada tahun 1934 sebagai ketua kelas dengan predikat tertinggi.
Usai lulus, Wu mengajar selama satu tahun di Universitas Nasional Chekiang (Zhejiang) di Hangzhou. Tak lama kemudian, ia mulai terlibat dalam riset eksperimental di bidang kristalografi sinar-X di Academia Sinica di bawah bimbingan Profesor Jing-Wei Gu, seorang ilmuwan perempuan yang juga menjadi mentor penting dalam hidupnya. Dr. Gu mendorong Wu untuk menempuh studi lanjutan ke Amerika Serikat, dan pada tahun 1936, Wu tiba di Universitas California di Berkeley.
Di sana, ia bertemu dengan Profesor Ernest Lawrence, pemenang Hadiah Nobel dan pencipta siklotron pertama, serta Luke Chia-Liu Yuan, seorang mahasiswa fisika asal Tiongkok yang kelak menjadi suaminya. Di Berkeley, Wu melanjutkan pendidikan pascasarjananya dan menyelesaikan Ph.D.-nya pada tahun 1940, dengan fokus pada topik yang sangat penting pada masa itu: produk fisi uranium.
Wu dan Yuan menikah pada 30 Mei 1942. Mereka pindah ke Pantai Timur, di mana Yuan bekerja di Universitas Princeton dan Wu menjadi pengajar di Smith College. Ia kemudian menerima posisi sebagai instruktur di Universitas Princeton menjadikannya perempuan pertama yang mengajar di sana.
Namun puncak awal kariernya datang saat ia bergabung dalam Proyek Manhattan di Universitas Columbia pada tahun 1944. Di proyek rahasia ini, ia berperan penting dalam menjawab persoalan ilmiah terkait pemurnian uranium yang tidak bisa dipecahkan oleh fisikawan besar seperti Enrico Fermi. Wu mengembangkan metode untuk memperkaya bijih uranium, yang memungkinkan produksi bahan bakar nuklir dalam jumlah besar suatu pencapaian teknis penting dalam pembuatan bom atom.
Pasangan Wu dan Yuan dikaruniai seorang putra pada tahun 1947, Vincent Wei-Cheng Yuan, yang kemudian juga menjadi fisikawan nuklir seperti ibunya.
Setelah Proyek Manhattan, Wu tetap berkarya di Universitas Columbia, tempat ia menghabiskan sebagian besar hidup akademiknya. Ia menjadi pakar terkemuka dalam fisika interaksi lemah dan peluruhan beta. Pencapaian ilmiahnya yang paling monumental terjadi ketika dua fisikawan teoretis, Tsung-Dao Lee dan Chen Ning Yang, mendekatinya untuk membuktikan hipotesis bahwa hukum kekekalan paritas bisa dilanggar dalam peluruhan beta.
Wu menyusun eksperimen kompleks menggunakan kobalt-60, bentuk radioaktif dari logam kobalt. Hasil eksperimennya membuktikan bahwa sistem fisika tidak selalu bersifat simetris bahwa dalam peluruhan beta, arah “kiri” dan “kanan” tidak bisa dipertukarkan begitu saja. Ini adalah pukulan telak bagi salah satu prinsip mendasar dalam fisika dan membuka cakrawala baru dalam pemahaman struktur alam semesta.
Namun ketika Lee dan Yang dianugerahi Hadiah Nobel pada tahun 1957 untuk hipotesis dan teori tersebut, Wu tidak turut disebut. Ketidakadilan ini bukan hal yang langka bagi ilmuwan perempuan masa itu. Wu sendiri menyentil bias gender yang ia alami dalam salah satu simposium di MIT pada tahun 1964 dengan bertanya, “Saya bertanya-tanya apakah atom dan inti kecil, atau simbol matematika, atau molekul DNA memiliki preferensi untuk perlakuan maskulin atau feminin.”
Sepanjang kariernya, Wu menerima banyak penghargaan dan pengakuan. Ia menjadi wanita pertama yang menerima Penghargaan Research Corporation (1958), wanita ketujuh yang terpilih dalam National Academy of Sciences, dan penerima John Price Wetherill Medal dari Franklin Institute (1962). Ia juga menerima Cyrus B. Comstock Award dalam Fisika (1964), Bonner Prize (1975), National Medal of Science (1975), dan Wolf Prize dalam Fisika (1978)—penghargaan perdana dari lembaga tersebut.
Wu juga merupakan wanita pertama yang dianugerahi gelar Sc.D. dari Universitas Princeton dan terpilih sebagai Ilmuwan Tahun Ini versi Majalah Industrial Research pada tahun 1974. Dua tahun kemudian, ia mencetak sejarah lagi sebagai presiden perempuan pertama dalam American Physical Society.
Pada tahun 1990, Chinese Academy of Sciences menamai Asteroid 2752 dengan namanya menjadikannya ilmuwan hidup pertama yang menerima penghormatan semacam itu. Tak lama sebelum wafatnya, sejumlah fisikawan besar termasuk Tsung-Dao Lee dan Chen Ning Yang mendirikan Wu Chien-Shiung Education Foundation di Taiwan untuk mendukung generasi muda yang ingin menekuni ilmu fisika.
Di Columbia University, Wu naik pangkat menjadi associate professor (1952), lalu full professor (1958), dan akhirnya diangkat sebagai Michael I. Pupin Professor of Physics pertama pada tahun 1973. Penelitiannya kemudian berkembang ke bidang medis, termasuk penyebab anemia sel sabit. Wu pensiun pada tahun 1981 dan mendedikasikan waktunya untuk pendidikan di Tiongkok, Taiwan, dan Amerika Serikat. Ia dikenal sebagai pendukung kuat pendidikan STEM bagi anak perempuan dan sering memberi kuliah untuk menginspirasi ilmuwan muda.
Wu meninggal dunia pada 16 Februari 1997 di New York City akibat komplikasi stroke pada usia 84 tahun. Jenazahnya dikremasi dan dimakamkan di halaman Mingde Senior High School sekolah yang menjadi penerus lembaga pendidikan yang dahulu didirikan ayahnya. Sebuah patung perunggu dirinya dipasang di halaman sekolah itu pada 1 Juni 2002, sebagai penghormatan atas jasanya.
Lebih dari sekadar ilmuwan, Wu adalah mentor, ibu, dan panutan. Ia membimbing puluhan mahasiswa pascasarjana dan tetap menjadi inspirasi bagi banyak perempuan di dunia sains. Cucu perempuannya, Jada Wu Hanjie, mengenangnya dengan penuh hormat: “Saya masih muda saat melihat nenek saya, tetapi kesederhanaan, ketelitian, dan kecantikannya tertanam dalam pikiran saya. Nenek saya sangat antusias terhadap pengembangan dan pendidikan ilmiah nasional, yang sangat saya kagumi.”
Warisan Wu tidak hanya tertulis dalam jurnal akademik, tetapi juga dalam semangat perempuan-perempuan muda yang bermimpi menembus batas dunia sains. Dan seperti hukum paritas yang ia buktikan dapat dilanggar, Wu membuktikan bahwa batas-batas yang digariskan oleh budaya dan gender pun dapat ditumbangkan. [UN]



