TERNYATA, belakangan ini diketahui, enam ruas jalan tol itu masuk ke dalam Proyek Strategis Nasional (PSN). Pada 15 Juni 2017, Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan PSN, yang mengandung penambahan 55 PSN baru.
Gubernur DKI Jakarta yang sekarang, Anies Baswedan, pun menyatakan tetap menolak pembangunannya, sesuai dengan janji kampanyenya di Pilkada DKI 2017. Namun, Anies Baswedan tak menjelaskan apa langkah yang akan ia lakukan sebagai gubernur untuk menghentikan PSN tersebut. Ia hanya ingin masyarakat tahu Pemerintah Provinsi DKI tidak meneruskan pembangunan enam ruas tol dalam kota. “Wewenangnya diambil pusat,” tuturnya.
Mendengar itu, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono pun bereaksi. Ia menampik bahwa pemerintah pusat telah mengubah kebijakan pengerjaan tol dalam kota seperti yang dikatakan Anies. “Tidak ada itu. Mohon dicek lagi apa bahasanya seperti itu,” kata Basuki di Palembang, 14 Juli 2018.
Dijelaskan Basuki, pengerjaan jalan tol pada hakikatnya memang sejak awal dikerjakan oleh pemerintah pusat. Karena, pembuatan jalan tol memang berkaitan dengan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) dan Kementerian PUPR. “Tol itu urusannya dari dulu BPJT dan PUPR, bukan dengan pemerintah daerah,” kata Basuki.
Terkait dengan enam ruas tol DKI Jakarta, lanjutnya, perkembangan terakhir sesuai Perpres Nomor 58 Tahun 2017 tanggal 15 Juni 2017, termasuk salah satu PSN. “Dengan dimasukkannya proyek jalan tol ke PSN pada Juni lalu, tujuannya agar melancarkan pembangunan yang terhambat pembebasan lahan. Lewat perpres tersebut juga dana talangan pemerintah akan bisa lebih cepat cair,” katanya. Kalau Pemerintah Daerah DKI ingin menolak, tambah Basuki, mestinya surat resmi penolakannya ditujukan ke BPTJ dan Kementerian PUPR.
Gagasan proyek enam ruas jalan tol dalam kota itu telah ada sejak Jenderal (Purn.) Sutiyoso menjadi Gubernur DKI. Pengembangan tol dibagi dalam empat tahap yang rencananya selesai pada tahun 2022, dengan total panjang 69,77 kilometer. Proyek ini terdiri dari ruas Semanan-Sunter sepanjang 20,23 kilometer; Sunter-Pulo Gebang 9,44 kilometer; Duri-Pulo Gebang-Kampung Melayu 12,65 kilometer; Kemayoran-Kampung Melayu 9,6 kilometer; Ulujami-Tanah Abang 8,7 kilometer, dan; Pasar Minggu-Casablanca 9,16 kilometer.
Seperti yang ditulis Tempo di atas, sudah banyak pihak yang menolak pembangunan enam ruas jalan tol tersebut, termasuk Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ). Belakangan, Komite Penghapus Bensin Bertimbal (KPBB) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta serta beberapa komunitas lainnya juga melakukan pernyataan penolakan bersama. Alasannya antara lain pembangunan itu dinilai akan meningkatkan pencemaran udara.
Diungkapkan Direktur Eksekutif KPBB Ahmad Safrudin, keseluruhan jalan tol di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi sepanjang 565 kilometer. Jalan-jalan tol itu menghasilkan karbondioksida (CO2) kurang-lebih 16,62 juta ton per tahun. Kalau ditambah dengan enam ruas jalan tol baru itu, CO2 akan bertambah sekitar 3 juta ton per tahun. Tentu saja, kalau itu terjadi, betapa membahayakannya bagi manusia dan juga lingkungan sekitarnya. [PUR]