Sejauh ini, para ilmuwan telah mencoba untuk menghidupkan kembali beberapa spesies hewan yang telah punah. Ini disebut de-extinction.
Melansir dari Live Science, pada tahun 2003 para peneliti di Spanyol melakukan transfer inti sel somatik (nuclear transfer) untuk subspesies ibex Pirenia yang disebut bucardo (Capra pyrenaica pyrenaica), yang punah pada tahun 2000. Seekor anak bucardo lahir, tetapi mati beberapa menit kemudian karena cacat paru-paru.
Pada tahun 2013, tim ilmuwan lain menciptakan embrio katak lambung selatan (Rheobatrachus silus) dengan metode yang sama. Katak lambung selatan adalah katak air endemik Australia yang melahirkan melalui mulutnya.
Spesies tersebut punah pada tahun 1980-an karena penyebaran penyakit jamur. Meskipun nuclear transfer berhasil menciptakan sel yang membelah dan bereplikasi, tidak ada embrio yang berkembang menjadi kecebong. Kegagalan ini mengakhiri percobaan tersebut.
Pada April 2025, Colossal Biosciences mengumumkan tim ilmuwan mereka berhasil mengembalikan serigala dire (Aenocyon dirus) yang telah punah. Spesies tersebut hidup selama Zaman Es terakhir (2,6 juta hingga 11.700 tahun yang lalu).
Dengan teknologi dan penelitian yang terus berkembang, beberapa ilmuwan ingin menghidupkan lebih banyak hewan yang telah punah.
Berikut adalah 6 hewan punah yang berpotensi dihidupkan kembali, seperti dilaporkan oleh Live Science.
1. Mamut Berbulu
Mamut Berbulu (Mammuthus primigenius) hidup antara 300.000 dan 10.000 tahun yang lalu selama Zaman Es terakhir. Populasi utama di masa itu menjelajahi tundra yang membentang di seluruh Asia, Eropa, dan Amerika Utara. Sebuah populasi kecil yang terisolasi bertahan hidup di Pulau Wrangel hingga sekitar 4.000 tahun yang lalu.
Pergeseran iklim pada akhir Zaman Es, ditambah lagi perburuan manusia dan berkurangnya keragaman genetik dalam populasi, mungkin telah menyebabkan kepunahan mamut berbulu.
Lapisan permafrost di Arktik telah mengawetkan jasad mamut berbulu dan struktur 3D genomnya. Ini berarti para ilmuwan dapat mengekstrak DNA yang terpelihara dengan baik dan menyusun urutan genetik yang menyerupai hewan aslinya.
Upaya tersebut akan memungkinkan para peneliti untuk melakukan nuclear transfer dengan sel telur gajah modern untuk menghasilkan spesies yang mirip mamut berbulu. Colossal Biosciences mengklaim akan menghasilkan anak “mamut” pertamanya pada tahun 2028.
2. Dodo
Dodo (Raphus cucullatus) adalah burung besar tidak bisa terbang yang merupakan endemik Mauritius, sebuah pulau di lepas pantai Madagaskar. Dodo punah pada abad ke-17 karena penjajahan Eropa. Ini menyebabkan burung tersebut menjadi lambang kepunahan yang disebabkan oleh manusia.
Menurut pemerintah Mauritius, para penjajah tiba di Mauritius pada tahun 1598 dan membawa berbagai spesies non-asli, termasuk tikus, kucing, dan monyet. Hewan-hewan ini menjarah sarang telur dan anak Dodo, mengurangi jumlah mereka di pulau itu hingga ke tingkat kritis hanya dalam beberapa dekade.
Penggundulan hutan, perburuan oleh manusia, dan pemangsaan pada akhirnya menyebabkan spesies tersebut punah pada tahun 1681.
Saat ini, DNA Dodo masih ada dalam spesimen museum sejarah alam. Pada tahun 2022, para ilmuwan menyusun genom Dodo pertama menggunakan spesimen yang terawetkan dan tersimpan dalam sebuah koleksi di Denmark.
Akan tetapi, masih ada beberapa rintangan sebelum para ilmuwan dapat menghidupkan kembali spesies tersebut. CEO Colossal Biosciences Ben Lamm mengatakan salah satu tantangannya adalah upaya untuk merekayasa keragaman genetik ke dalam urutan DNA Dodo sehingga tidak menghasilkan populasi klon.
Namun Lamm mengatakan jauh lebih cepat dan mudah untuk menghidupkan kembali Dodo daripada Mamut Berbulu atau Harimau Tasmania, mengingat DNA burung tersebut terkandung sendiri dalam telur.
3. Thylacine
Harimau Tasmania atau Thylacine (Thylacinus cynocephalus) adalah marsupial karnivora mirip serigala dengan garis-garis di punggung bawahnya. Spesies harimau ini hidup subur di seluruh wilayah yang sekarang disebut Australia.
Spesies ini menghilang dari daratan utama antara 3.000 dan 2.000 tahun yang lalu, tetapi populasinya sempat bertahan di pulau Tasmania.
Pada akhir abad ke-19, pemukim Eropa pertama di Tasmania memperkenalkan hadiah besar (bounty) untuk memburu Thylacine, yang dianggap orang sebagai predator ternak yang rakus. Pembunuhan berikutnya menyebabkan hewan itu punah. Individu terakhir mati di kebun binatang pada tahun 1936.
Thylacine berpotensi dihidupkan kembali karena terdapat banyak spesimen utuh, memudahkan ekstraksi DNA. Namun, DNA tersebut sangat terfragmentasi, yang berarti para ilmuwan perlu melakukan banyak penyuntingan untuk mendapatkan urutan fungsional. Dan masih banyak tantangan lainnya.
4. Merpati Penumpang
Menurut Smithsonian Institution, Merpati Penumpang (Ectopistes migratorius) pernah menjadi spesies burung yang paling melimpah di Amerika Utara. Sebelum abad ke-17, jumlahnya antara 25% dan 40% dari total populasi burung di wilayah yang sekarang disebut Amerika Serikat.
Pemukim Eropa memburu Merpati Penumpang untuk mengambil dagingnya dan secara bertahap menghancurkan habitat mereka, menyebabkan kepunahan.
Audubon Society mengatakan Merpati Penumpang bepergian dalam kawanan besar dan berkembang biak secara komunal, yang membuat mereka sangat rentan terhadap perburuan. Merpati Penumpang terakhir yang diketahui, seekor betina bernama Martha untuk menghormati Martha Washington, mati pada tahun 1914.
Museum menyimpan lusinan spesimen Merpati Penumpang yang terawetkan. Para ilmuwan telah mengekstraksi dan mengurutkan DNA-nya. Akan tetapi, DNA tersebut sangat terfragmentasi, sehingga kecil kemungkinannya untuk menghidupkan kembali Merpati Penumpang dalam bentuk aslinya.
Sebaliknya, perusahaan bioteknologi Revive & Restore berencana untuk memasukkan potongan DNA Merpati Penumpang ke dalam genom merpati ekor pita (Patagioenas fasciata) masa kini. Upaya itu akan menghasilkan burung yang tampak seperti Merpati Penumpang.
Menurut situs webnya, perusahaan tersebut bermaksud menetaskan generasi pertama Merpati Penumpang pada tahun 2025 dan segera memulai uji coba pelepasan ke alam liar setelahnya. Jika berhasil, proyek itu akan “menunjukkan potensi intervensi genomik dan membantu memulihkan ekologi hutan timur Amerika Utara”.
5. Auroch
Auroch (Bos primigenius) adalah nenek moyang liar semua sapi modern, termasuk sapi domestik (Bos taurus). Mereka adalah hewan raksasa bertanduk yang menyebar hingga Afrika Utara, Asia, dan hampir seluruh Eropa selama ribuan tahun. Fosil Auroch paling awal yang diketahui berasal dari sekitar 700.000 tahun yang lalu.
Auroch adalah mamalia darat terbesar yang tersisa di Eropa setelah Zaman Es terakhir berakhir. Manusia menyebabkan kepunahan melalui perburuan berlebihan dan perusakan habitat. Auroch terakhir yang diketahui mati pada tahun 1627 di Hutan Jaktorów, Polandia.
Upaya untuk menghidupkan kembali Auroch sedang berlangsung. Ini berbeda dari upaya untuk mengembalikan spesies punah lainnya karena Auroch tidak memerlukan rekayasa genetika. Sebagian besar DNA Auroch hidup dalam ras sapi modern, mendorong para peneliti untuk mencoba metode alternatif yang disebut back-breeding.
Back-breeding melibatkan pemilihan dan pengembangbiakan sapi yang memiliki ciri fisik dan perilaku yang menyerupai Auroch.
Ronald Goderie, seorang ahli ekologi dan direktur Yayasan Taurus yang mengawasi proyek Auroch, mengatakan kepada Live Science bahwa ras sapi Eropa Selatan yang terpelihara dalam kondisi relatif liar dapat digunakan untuk Back-breeding.
Goderie menambahkan bahwa proyek tersebut, yang berpusat di Belanda, telah menghasilkan lebih dari enam generasi sapi yang “sangat dekat” untuk menghasilkan tiruan Auroch.
6. Quagga
Hewan punah terakhir yang berpotensi dihidupkan kembali adalah Quagga (Equus quagga quagga), subspesies zebra dataran (Equus quagga). Mereka merupakan hewan endemik Afrika Selatan dan memiliki lebih sedikit belang di bagian belakang tubuhnya dibandingkan zebra lainnya.
Quagga menjadi incaran para pemburu karena bulunya yang tidak biasa. Para petani juga mengincar subspesies tersebut karena mereka ingin menggembalakan ternak tanpa persaingan dari hewan lain. Penganiayaan yang tak henti-hentinya pada abad ke-19 membuat Quagga punah di alam liar.
Quagga terakhir yang ditawan mati pada tahun 1883. University College London (UCL) mengatakan hanya tujuh kerangka Quagga yang masih ada, menjadikannya kerangka paling langka di dunia.
Upaya untuk menghidupkan kembali Quagga juga tidak melibatkan rekayasa genetika. Sejak 1987, The Quagga Project di Afrika Selatan telah secara selektif mengembangbiakkan zebra dataran dengan garis-garis yang lebih sedikit dari biasanya “untuk mengambil setidaknya gen yang bertanggung jawab atas pola garis-garis khas quagga”.
UCL menilai proyek tersebut kontroversial. Para kritikus berpendapat bahwa hewan yang dihasilkan akan tetap menjadi zebra dataran, dan dana yang tersedia lebih baik digunakan untuk proyek konservasi lainnya.
Namun UCL berpendapat upaya untuk mengkloning Quagga dengan mengekstraksi DNA dari sumsum tulang kerangka atau dari spesimen taksidermi mungkin dapat dilakukan. DNA tersebut selanjutnya dapat disuntikkan ke dalam sel telur zebra.
Itulah tadi 6 hewan punah yang berpotensi dihidupkan kembali. Kita harus mendukung upaya organisasi-organisasi di dunia untuk melindungi hewan-hewan yang terancam punah. Upaya untuk menghidupkan kembali spesies yang telah hilang pun sama pentingnya demi mewujudkan keanekaragaman hewan di masa depan. [BP]