Laksamana Maeda (Wikipedia)
Laksamana Maeda (Wikipedia)

Ketika kita berbicara tentang hubungan antara Indonesia dan Jepang, ingatan banyak orang mungkin langsung tertuju pada masa kelam pendudukan Jepang di Indonesia pada tahun 1942 hingga 1945. Selama tiga setengah tahun, bangsa Indonesia mengalami berbagai kesulitan, mulai dari kerja paksa (romusha), kelangkaan bahan pangan, hingga kebijakan militeristik yang keras. Namun, sejarah tidak selalu berisi hitam dan putih. Di balik periode sulit tersebut, ada juga individu-individu dari Jepang yang menunjukkan simpati terhadap perjuangan rakyat Indonesia dan bahkan memberikan kontribusi besar bagi negeri ini.

Tidak dapat disangkal bahwa penjajahan Jepang meninggalkan luka yang dalam bagi banyak rakyat Indonesia. Namun, di sisi lain, ada beberapa tokoh Jepang yang justru dikenang karena peran positif mereka dalam sejarah Indonesia. Beberapa dari mereka bahkan mempertaruhkan segalanya demi membantu bangsa ini meraih kemerdekaan. Mereka bukan hanya sekadar saksi sejarah, tetapi juga aktor yang secara aktif mendukung pergerakan nasional Indonesia.

Sejarah selalu memiliki dua sisi. Jika kita hanya melihat satu sisi dari hubungan Indonesia dan Jepang, yaitu sisi penderitaan dan penindasan, maka kita kehilangan pemahaman yang lebih utuh mengenai kompleksitas interaksi kedua negara. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengenal lebih dalam tentang tokoh-tokoh Jepang yang justru berjasa bagi Indonesia.

Dengan memahami peran mereka, kita dapat melihat bahwa perjuangan kemerdekaan bukan hanya milik rakyat Indonesia, tetapi juga didukung oleh beberapa individu dari negara lain yang memiliki kepedulian terhadap nasib bangsa ini.

Siapa saja mereka? Berikut adalah beberapa tokoh Jepang yang namanya tercatat dalam sejarah sebagai sosok yang berjasa bagi Indonesia menurut laman Indonesia Defense.

1. Laksamana Tadashi Maeda

Sebagai perwira tinggi Angkatan Laut Jepang, Tadashi Maeda merupakan salah satu sosok yang berjasa terhadap proses kemerdekaan Indonesia. Pada tahun 1930-an, Maeda menjadi atase di Den Haag dan Berlin. Saat itulah simpatinya terhadap gerakan kemerdekaan Indonesia mulai tumbuh setelah bertemu dengan pelajar Indonesia seperti Achmad Soebardjo, Mohammad Hatta, dan Nazir Pamuntjak.

Setelah Hiroshima dan Nagasaki dijatuhi bom, kekalahan Jepang mulai tercium oleh pejuang nasional. Maeda membenarkan berita tersebut dan meyakinkan bahwa rapat PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada 16 Agustus 1945 dapat dilangsungkan. Pasca peristiwa Rengasdengklok, Maeda memberikan tempat tinggalnya di Jl. Teji Meijidori No. 1 (kini Jl. Imam Bonjol, Jakarta Pusat) sebagai tempat perumusan naskah Proklamasi.

Atas dukungannya terhadap kemerdekaan Indonesia, Tadashi Maeda menerima Bintang Jasa Nararya saat upacara kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 yang diberikan oleh duta besar RI untuk Jepang, Antonius Joseph Witono. Dalam kesempatan tersebut, dirinya pun sempat bertemu dengan Bung Hatta.

2. Ichiki Tatsuo (Abdul Rachman)

Dikenal dengan nama Abdul Rachman, Ichiki Tatsuo merupakan salah satu orang Jepang yang membelot untuk membantu Indonesia. Nama Indonesia yang diterima oleh Ichiki Tatsuo diberikan oleh Haji Agus Salim ketika Tatsuo menjadi penasihat Divisi Pendidikan PETA sebagai bentuk penghargaan atas jasanya. Setelah itu, Tatsuo menjadi Wakil Komando Pasukan Gerilya Istimewa di Semeru, Jawa Timur.

Ichiki Tatsuo gugur di Desa Dampit, Malang, pada 9 Januari 1949 akibat tertembak tentara Belanda. Pada Februari 1958, Presiden Sukarno memperingati jasanya dengan memberikan sebuah teks yang disimpan di biara Buddha Shei Shoji di Mintoku, Tokyo. Biara tersebut akhirnya menjadi monumen Sukarno (Sukaruno hi), yang bertuliskan:

“Kepada Sdr. Ichiki Tatsuo dan Sdr. Yoshizumi Tomegoro. Kemerdekaan bukanlah milik bangsa saja, tetapi milik semua manusia. Tokyo, 15 Februari 1958. Soekarno.”

3. Tomegoro Yoshizumi

Selain Ichiki Tatsuo, Sukarno juga memberikan penghormatan tinggi kepada perwira intel Jepang, Tomegoro Yoshizumi. Saat Jepang mengirimkan tentara untuk menduduki Indonesia, Yoshizumi yang terafiliasi sebagai wartawan dan mata-mata Jepang malah membantu perjuangan kemerdekaan Indonesia dan mengorbankan hidupnya untuk negeri ini.

Dalam pasukan tersebut, Yoshizumi mendapat nama panggilan Arif. Ia gugur di Blitar pada 10 Agustus 1948 dan makamnya dapat ditemui di Taman Makam Pahlawan, Blitar, Jawa Timur.

Para tokoh Jepang ini menunjukkan bahwa perjuangan untuk kemerdekaan tidak hanya dilakukan oleh rakyat Indonesia, tetapi juga melibatkan individu-individu asing yang memiliki simpati terhadap perjuangan bangsa ini. Mereka layak dikenang sebagai bagian dari sejarah kemerdekaan Indonesia. [UN]