Puisi, sebuah untaian kata yang menyentuh jiwa, telah lama menjadi medium ekspresi yang paling personal sekaligus universal. Lewat bait dan diksi, manusia merangkai perasaan, menyampaikan pesan, dan menitipkan nasihat yang kadang tak sanggup diucapkan secara langsung.
Tak heran jika puisi digemari banyak kalangan, baik remaja yang sedang jatuh cinta, maupun orang dewasa yang bergulat dengan kompleksitas hidup.
Di Indonesia, puisi memiliki tempat yang begitu istimewa. Bahkan, negeri ini menetapkan dua hari berbeda untuk merayakan puisi: 28 April sebagai Hari Puisi Nasional, dan 26 Juli sebagai Hari Puisi Indonesia. Mengapa dua tanggal ini dianggap penting? Apa makna di baliknya? Mari kita ulas lebih dalam.
26 Juli: Menyambut Kehidupan Chairil Anwar dan Lahirnya Hari Puisi Indonesia
Tanggal 26 Juli diperingati sebagai Hari Puisi Indonesia, sebuah momentum yang diambil dari tanggal lahir Chairil Anwar, penyair legendaris yang telah memberikan warna baru dalam khazanah sastra Indonesia.
Dikenal karena gaya bahasanya yang bebas dan berani, Chairil merupakan ikon dari Angkatan ’45, sebuah generasi sastra yang merefleksikan semangat kemerdekaan dan kebebasan berpikir.
Peringatan Hari Puisi Indonesia ini dideklarasikan pada 22 November 2012 oleh sekitar 40 penyair dari seluruh Indonesia dalam sebuah forum kebudayaan di Riau.
Tokoh penyair Sutardji Calzoum Bachri dipercaya membacakan deklarasi tersebut sebagai simbol kesepakatan kolektif para penyair untuk menetapkan 26 Juli sebagai hari penting bagi dunia puisi.
Deklarasi itu tidak berhenti sebagai simbolisasi semata. Sebuah lembaga bernama Yayasan Hari Puisi kemudian didirikan sebagai wujud komitmen terhadap keberlangsungan peringatan tersebut.
Yayasan ini secara rutin menyelenggarakan berbagai kegiatan literasi, termasuk pemberian Anugerah Hari Puisi kepada penulis buku puisi terbaik setiap tahunnya. Semangatnya adalah menjaga agar puisi tetap hidup, tumbuh, dan menjadi bagian dari denyut kebudayaan Indonesia.
28 April: Mengenang Kepergian Sang Pelopor dalam Hari Puisi Nasional
Berbeda dengan Hari Puisi Indonesia yang merayakan kelahiran Chairil Anwar, Hari Puisi Nasional diperingati setiap tanggal 28 April, bertepatan dengan hari wafatnya Chairil Anwar pada 28 April 1949. Peringatan ini lebih bersifat reflektif yaitu mengenang jasa-jasa sang penyair yang telah meninggalkan warisan sastra yang tak ternilai.
Mengutip laman resmi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia (Kemdikbud RI), Chairil Anwar semasa hidupnya telah menciptakan 96 karya, dengan 70 di antaranya adalah puisi.
Karya-karya itu bukan hanya memikat secara estetika, tetapi juga menggugah secara intelektual dan emosional. Puisinya yang terkenal seperti Aku, Karawang-Bekasi, hingga Derai-derai Cemara, menjadi saksi bisu betapa tajam dan dalam pemikiran Chairil dalam membicarakan eksistensi, kemerdekaan, dan kemanusiaan.
Dengan ditetapkannya 28 April sebagai Hari Puisi Nasional, bangsa ini tidak hanya memberikan penghormatan kepada Chairil Anwar, tetapi juga menegaskan bahwa puisi adalah bagian dari warisan budaya bangsa yang perlu dirawat dan dikembangkan.
Meski diperingati pada tanggal yang berbeda, Hari Puisi Indonesia (26 Juli) dan Hari Puisi Nasional (28 April) sesungguhnya berangkat dari semangat yang sama, menghidupkan dan merawat puisi sebagai bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia.
Yang satu merayakan kelahiran, yang lain mengenang kepergian. Namun keduanya bertemu dalam satu nama besar, Chairil Anwar, sosok yang tak tergantikan dalam sejarah sastra tanah air.
Dua peringatan ini juga menandai dua cara bangsa memaknai puisi, sebagai ruang ekspresi dan sebagai warisan budaya. Ia tak hanya untuk dinikmati, tapi juga dijaga keberlangsungannya agar puisi tetap menjadi tempat berteduh bagi jiwa-jiwa yang mencari arti.
Karena pada akhirnya, di antara hiruk pikuk dunia, puisi selalu menjadi ruang paling sunyi, tempat kita bisa berbicara pada dunia, dan pada diri sendiri dengan sepenuh kejujuran. [UN]



