25 November: Mengenang Mirabal Bersaudara dan Memerangi Kekerasan terhadap Perempuan

Pembunuhan Mirabal bersaudara melatarbelakangi penetapan Hari Internasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan pada 25 November. (Sumber: Dramaturgy Website)

Setiap tahun, negara-negara di seluruh dunia merayakan Hari Internasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan. Penetapan hari internasional yang bersejarah ini tidak lepas dari pembunuhan Mirabal bersaudara oleh rezim diktator Trujillo di tahun 1960.

Kala itu, tiga saudara perempuan yang terdiri atas Patria, Minerva, dan María Teresa Mirabal dilaporkan tewas dalam sebuah “kecelakaan mobil.” Laporan mengatakan mobil yang mereka tumpangi jatuh dari tebing di Republik Dominika.

Pada kenyataannya, Mirabal bersaudara tewas karena berpartisipasi aktif dalam gerakan perlawanan bawah tanah yang memprotes kekuasaan Trujillo. Dalam kampanye mereka, tiga bersaudara ini membuat dan mendistribusikan selebaran yang mencantumkan nama-nama orang yang tewas karena kebrutalan Trujillo.

Latar Belakang

Rafael Leónidas Trujillo adalah seorang diktator Dominika yang berkuasa dari tahun 1930 hingga 1961. Sebelum berkuasa, Trujillo masuk ke dalam angkatan bersenjata Dominika pada tahun 1918 dan dilatih oleh Marinir AS selama pendudukan Amerika Serikat terhadap Republik Dominika.

Trujillo naik pangkat dari letnan menjadi kolonel komandan polisi nasional antara tahun 1919 dan 1925, lalu menjadi jenderal pada tahun 1927. Dia berhasil merebut kekuasaan dalam pemberontakan militer terhadap Presiden Horacio Vásquez pada tahun 1930.

Setelah pemberontakan, Trujillo menjabat secara resmi sebagai presiden dari tahun 1930 hingga 1938, dan lagi dari tahun 1942 hingga 1952.

Selama menjalankan kekuasaannya, Trujillo mengambil alih ekonomi Dominika, termasuk produksi barang-barang seperti garam, daging, tembakau, dan beras, dan menyalurkan keuntungannya kepada keluarga dan pendukungnya sendiri. Kebebasan sipil dan politik lenyap karena hanya satu partai politik yang diizinkan untuk berdiri, yaitu Partai Dominika.

Polisi rahasia Trujillo membasmi para pembangkang dengan taktik intimidasi, pemenjaraan, penyiksaan, penculikan, pemerkosaan terhadap wanita, dan pembunuhan. Rezimnya terutama bertanggung jawab atas puluhan ribu kematian, termasuk pembantaian sekitar 20.000 warga Haiti yang tinggal di perbatasan antara Haiti dan Republik Dominika pada tahun 1937. Trujillo juga sering mempekerjakan orang untuk mencari gadis-gadis muda yang bisa dia eksploitasi.

Perlawanan terhadap rezim Trujillo berlangsung, baik di antara kelompok Dominika yang diasingkan di luar negeri maupun di dalam negeri. Mayoritas yang terlibat adalah laki-laki, tetapi banyak juga perempuan yang bergabung dalam gerakan perlawanan, termasuk Mirabal bersaudara.

Aktivitas Perlawanan

Setelah bersekolah di Colegio Inmaculada Concepción, sekolah asrama Katolik di kota La Vega, Minerva melanjutkan kuliah di Santo Domingo untuk belajar hukum. Saat itu, dia semakin menyadari ketidakadilan di Republik Dominika di bawah rezim Trujillo.

Pada akhir tahun 1949, Minerva ditangkap karena diduga melakukan kegiatan oposisi. Dia juga dilaporkan membuat Trujillo marah dengan menolak ajakannya untuk berhubungan seksual. Di Universitas Santo Domingo, Minerva bertemu dengan sesama aktivis Manolo Tavárez Justo, dan mereka menikah pada tahun 1955.

Minerva dan suaminya menjadi pemimpin perlawanan. Patria, María Teresa, dan suami mereka segera bergabung. Pada awal tahun 1960, mereka membantu membentuk Gerakan 14 Juni, yang dinamai berdasarkan tanggal pemberontakan gagal yang diprakarsai oleh sekelompok orang Dominika terhadap Trujillo. Karena aktivitas perlawanannya, Mirabal bersaudara dikenal sebagai The Butterflies atau Para Kupu-kupu.

Tak lama setelah gerakan tersebut resmi diorganisasi, Trujillo mulai melakukan penangkapan massal terhadap tokoh-tokoh perlawanan, termasuk Mirabal bersaudara dan suami mereka. Namun dia segera membebaskan para tahanan perempuan untuk menunjukkan kelonggarannya.

Pembunuhan terhadap Mirabal Bersaudara

Setelah upaya pembunuhan Presiden Venezuela Romulo Betancourt atas perintah Trujillo pada 24 Juni 1960, Organisasi Negara-negara Amerika (OAS) memutuskan hubungan diplomatik dan menjatuhkan sanksi kepada Republik Dominika.

Amerika Serikat juga menarik dukungannya terhadap rezim tersebut. Akibatnya, Trujillo kehilangan dukungan di dalam negeri. Gereja mengecam tindakan pemerintah totaliternya.

Atas alasan ini, Mirabal bersaudara melakukan perjalanan pada tanggal 25 November 1960 untuk mengunjungi suami mereka yang dipenjara di Puerto Plata. Dalam perjalanan pulang, antek-antek Trujillo menghentikan mobil mereka di sepanjang jalan pegunungan dan membunuh sopir mereka, Rufino de la Cruz.

Antek-antek ini menculik Mirabal bersaudara, lalu memukuli dan mencekik mereka sampai mati. Mereka memasukkan kembali jenazah-jenazah itu ke dalam mobil dan mendorongnya ke tebing agar terlihat seperti kecelakaan.

Pembunuhan Mirabal bersaudara memicu kemarahan publik hingga berujung pada pembunuhan Rafael Trujillo 6 bulan kemudian. Tepatnya pada tanggal 30 Mei 1961, tujuh orang menyergap mobil Trujillo di jalan yang mengarah ke San Cristobal dan terlibat baku tembak. Jenderal Antonio Imbert adalah orang yang menembak sang diktator Dominika hingga tewas.

Atas jasa mereka membantu dan memperkuat perlawanan terhadap Trujillo baik di dalam maupun luar negeri, Mirabal bersaudara langsung dipandang sebagai martir bagi perjuangan revolusioner.

Dedé Mirabal, yang menjaga jarak dari kelompok perlawanan, berhasil selamat dari rezim Trujillo dan membesarkan anak-anak dari saudara perempuannya, beserta anak-anaknya sendiri. Putri Minerva, Minou Tavárez Mirabal, menjadi perwakilan kongres dan wakil menteri luar negeri, sementara putra Dedé, Jaime David Fernández Mirabal menjabat sebagai wakil presiden Republik Dominika dari tahun 1996 hingga 2000.

Hari Internasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan

30 tahun setelah pembunuhan Mirabal bersaudara, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mengadopsi Resolusi 48/104 tentang Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan.

Resolusi ini mendefinisikan kekerasan terhadap perempuan sebagai “setiap tindakan kekerasan berbasis gender yang mengakibatkan, atau mungkin mengakibatkan, kerugian atau penderitaan fisik, seksual, atau psikologis bagi perempuan, termasuk ancaman tindakan tersebut, pemaksaan atau perampasan kebebasan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum maupun dalam kehidupan pribadi.”

Untuk memperkuat keputusan tersebut, pada tahun 1999 Majelis Umum menetapkan tanggal 25 November sebagai Hari Internasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan. Peringatan hari ini sering ditujukan untuk menyoroti fakta bahwa penyebab dari jenis kekerasan tersebut seringkali disembunyikan.

Melalui hari internasional ini, negara-negara di seluruh dunia terus berusaha menyadarkan masyarakat akan tingginya kekerasan terhadap perempuan. Australia dan Filipina telah berkampanye melawan kekerasan berbasis gender. Setelahnya, mulai dari tahun 2017, beberapa negara lain seperti Kolombia, Prancis, Italia, Turki, Costa Rica, dan Peru berbaris untuk melancarkan demonstrasi dengan tujuan sama.

Di Indonesia, Komnas Perempuan telah terlibat dalam kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) sejak tahun 2001. [BP]