Koran Sulindo – Pada 11 April 2017, Novel Baswedan, disiram air keras oleh orang tak dikenal usai salat subuh di masjid dekat rumahnya di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Sesaat setelah kejadian Novel dilarikan ke Rumah Sakit Mitra Keluarga sebelum akhirnya dirujuk Jakarta Eye Center. Novel dirujuk ke rumah sakit di Singapura. Setahun setelah itu dan akhirnya pulang dan dinyatakan sembuh secara medis, terutama matanya. Pada 11 April 2018 lalu Novel mendatangi gedung KPK atas undangan Wadah Pegawai KPK.
“Saya berpikir TGPF ini penting untuk melihat apakah betul ucapan saya bahwa ada banyak fakta-fakta yang tidak diungkap. Ada banyak fakta-fakta yang tertutupi. TGPF bukan untuk mencari bukti, TGPF mencari fakta-fakta yang bisa memberi informasi.Dengan begitu, bisa menjadikan informasi kepada Presiden dan juga informasi kepada Bapak Kapolri sehingga upaya pengungkapannya menjadi serius dan benar,” kata Novel, saat itu.
Hari ini, 2 tahun 3 bulan setelah penyerangan brutal pada Novel itu, Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus Novel Baswedan melakukan konferensi pers hasil investigasi di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan. Juru bicara TGPF, Nurkholis, mengatakan lampiran di laporan hasil investigasi TGPF mencapai 2.700 halaman. Lampiran itu terdiri dari hasil wawancara dan data penyidikan terdahulu yang dilakukan Polri, Komnas HAM, Kompolnas, dan Ombudsman.
TGPF dibentuk Kapolri Jenderal Tito Karnavian lewat Surat Keputusan nomor: Sgas/ 3/I/HUK.6.6/2019. Tim yang beranggotakan 65 orang ITU memiliki masa tugas selama enam bulan dan habis pada 7 Juli 2019 lalu.
Menurut Nurkholis, TGPF menyusun 3 laporan. Pertama, laporan induk yang terdiri dari laporan utama setebal 170 halaman. Lalu lampiran, hasil wawancara wawancara saksi-saksi, baik saksi yang sudah diperiksa tim terdahulu maupun saksi yang diwawancarai sebagai tambahan.
“Kemudian data-data lain yang dianggap perlu yang kami copy dari penyidikan terdahulu. Jumlah halaman kurang lebih terdokumentasi 2.700 halaman,” kata Nurkholis, di Mabes Polri, Rabu (17/7/2019).
Laporan tersebut sudah disampaikan kepada Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian sebagai pejabat yang menandatangani SK TGPF.
Laporan kedua adalah resume tim yang berjumlah 17 halaman yang juga sudah diserahkan kepada Kapolri. Laporan ketiga adalah cetakan siaran pers.
TGPF beranggotakan 65 orang dari berbagai unsur di antaranya praktisi yang menjadi tim pakar, internal KPK, serta unsur kepolisian yang mendominasi anggota tim.
Hasil investigasi setelah 6 bulan bekerja, TGPF menyatakan penyerangan terhadap Novel dilakukan tidak dengan maksud membunuh, tapi membuat Novel menderita.
“Ada probabilitas bahwa serangan terhadap wajah korban bukan dimaksudkan untuk membunuh, tapi membuat korban menderita,” katanya.
Serangan bisa dilakukan sendiri atau menyuruh orang lain. Menurut TGPF, Novel memang menjadi target atas alasan tertentu.
“Serangan bisa dimaksudkan untuk membalas sakit hati. Tidak terkait masalah pribadi, tetapi pekerjaan,” kata Nurkholis.
TGPF menyebut terdapat 6 kasus dengan kategori ‘high profile’ yang mungkin menjadi latar belakang penyerangan pada Novel.
Tim Teknis
Sementara itu, Juru Bicara Kepolisian Indonesia, M Iqbal mengatakan Polri akan membentuk tim teknis lapangan.
“Personil-personil kepolisian Indonesia yang terbaik. Karena memang sekolahnya di sana, dididik untuk melakukan investigasi. Scientific investigation,” kata Iqbal.
Pekan depan, tim ini sudah mulai bekerja hingga 6 bulan ke depan.
Sementara itu, Tim Advokasi Novel Baswedan menilai TGPF gagal mengungkap kasus Novel.
“Kasus Novel masih berada dalam kegelapan selama belum ditetapkannya tersangka atas kasus ini. Kegagalan Tim Satgas tak lain dan tak bukan adalah kegagalan dari Kepolisian RI mengingat penanggungjawab dari Tim Satgas Polri adalah Kapolri,” kata anggota tim dan Direktur LBH Jakarta, Alghiffari Aqsa, di Jakarta, Rabu (17/7/2019), melalui rilis media.
Sementara itu Novel menambahkan satu kasus lagi.
“Mereka kan menyebut 6 kasus, aku hanya ingin menambahkan satu bahwa mereka lupa barangkali ada kasus yang lebih menarik dari enam itu, yaitu kasus ‘buku merah’, yang mana Pak Tito itu mengira saya penyidiknya, nah jadi ditambahkan satu itu saja barangkali,” kata Novel, di Jakarta, Rabu (17/7/2019).
Kasus ‘buku merah’ merujuk pada dugaan perusakan barang bukti oleh 2 orang mantan penyidik KPK. Barang bukti yang dimaksud berupa buku catatan dengan sampul berwarna merah yang berkaitan dengan perkara Basuki Hariman, yang dihukum menyuap mantan hakim konstitusi Patrialis Akbar.
Siapa Pelakunya?
Menurut sumber koransulindo.com, beberapa hari dan saat kejadian brutal itu, terdapat 3 kelompok yang mengincar Novel.
Yang pertama, yang diduga terlibat kasus e-KTP. Yang Kedua, yang terlibat kasus suap terkait pengadaan satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla). Yang ketiga, yang terlibat kasus korupsi Al Quran di Kementerian Agama.
Dalam wawancara dengan majalah Time sekitar Juni 2017, Novel mengatakan ada perwira tinggi polisi terlibat dalam kasus yang menimpanya. Sementara dalam wawancara di situs Kumparan.com, Novel mengatakan polisi memandang sebelah mata kasusnya. Misalnya, dalam penyelidikan polisi menyatakan tidak menemukan sidik jari pada gelas yang dipakai pelaku membawa air keras untuk menyiramnya. Menurut Novel, saksi mengatakan pelaku tidak mengenakan sarung tangan saat itu.
Kisah lain, setelah sepekan bertemu dengan Kapolri, Novel didatangi tim Detasemen Khusus (Densus) Anti Teror, yang berjanji akan menemukan pelakunya. Metodologi yang dipakai tim ini secara teknis sama seperti yang umum mereka gunakan untuk menemukan terduga teroris. Tidak lama kemudian, foto pelaku dikirimkan kepada Novel. Namun hingga kini kasus ini tetap jalan di tempat.
Time Line Kasus Novel
Pada 11 Juli 2017 dinihari, Novel Baswedan disiram air keras oleh orang tak dikenal usai salat subuh di masjid dekat rumahnya di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Sesaat setelah kejadian Novel dilarikan ke RS Mitra Keluarga sebelum akhirnya dirujuk Jakarta Eye Center.
13 April 2017
Novel Baswedan dirujuk ke Singapore National Eye Centre (SNEC) di Singapura. Pemerintah menegaskan biaya pengobatan Novel menggunakan anggaran Kepresidenan.
16 April 2017
KPK menyatakan ada tekanan di kedua mata Novel. Tim medis fokus penyembuhan pada selaput mata. Jika pertumbuhan selaput mata lambat, ada kemungkinan mata Novel dicangkok.
21 April 2017
Polisi memeriksa 2 orang mencurigakan yang setelah diselidiki ternyata bukan merupakan pelaku penyiraman.
Mei 2017
Tim dari Polri terbang ke Singapura untuk memeriksa Novel. Desakan dibentuknya Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) mulai menggema. Pada akhirnya Polri menganggap belum perlu adanya TGPF.
15 Mei 2017
Mata kanan Novel mengalami peradangan. Sementara itu kadar potasium dalam darah Novel tercatat normal.
Juni 2017
Novel kepada media AS TIME menyebut adanya kemungkinan keterlibatan jenderal di balik teror terhadapnya. Terkait hal ini Poliri lalu mengirim tim ke Singapura.
31 Juli 2017
Kapolri Jenderal Tito Karnavian menemui Presiden Joko Widodo di Istana Negara membahas progres kasus Novel. Jokowi minta diusut sampai tuntas.
Agustus 2017
Polisi menunjukkan satu sketsa terduga pelaku penyiraman Novel. Sampai akhirnya ada 4 sketsa yang disebar hingga akhir 2017.
11 November 2017
Kesehatan mata Novel terus membaik. Namun untuk sementara mata kirinya tak bisa digunakan.
12 Februari 2018
Novel menjalani operasi tambahan untuk mata kirinya. Novel direncanakan segera pulang ke tanah air untuk kemudian menjalani rawat jalan.
22 Februari 2018
Novel kembali ke tanah air.
11 April 2018
Setahun kasus penyerangan brutal pada Novel.
11 April 2019 [Didit Sidarta]