Jakarta – Pengamat Politik dan Hukum Tata Negara, Refly Harun menanggapi kinerja Pemerintahan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka yang memasuki 100 hari masa kerja. Refly Harun menilai dalam 100 hari kerja Pemerintahan saat ini belum ada gebrakan yang spektakuler.
” Kalau saya mengatakan 100 hari kerja Prabowo itu, tidak ada yang spektakuler. Tapi tidak juga ada sebuah kesalahan yang luar biasa,” kata Refly Harun saat di temui usai menganghadiri acara peluncuran buku di Kafe Sastra Balai Pustaka di kawasan Matraman, Jakarta Timur pada Sabtu (1/2/2025).
Menurutnya Pemerintahan saat ini tidak jauh berbeda dengan pemerintahan sebelumnya sewaktu dipimpin Joko Widodo. Refly menilai perlu ada pembenahan dalam sektor hukum melalui upaya yang sistematis agar penegakan hukum menjadi lebih baik.
Refly mencontohkan dalam upaya penegakan hukum, utamanya dalam kasus penanganan korupsi yang menurutnya Presiden Prabowo seharusnya mengeluarkan Perpu karena korupsi sudah menjalar disetiap institusi dan negara dalam keadaan darurat.
” Dulu ada kasus Zarof Ricar, di mana seorang maklar kasus itu ditangkap dengan uang 1 triliun. Saya berharap itu menjadi sarana untuk shutdown hakim-hakim agung dengan mengeluarkan perpu, karena negara dalam keadaan darurat, korupsi sudah melanda di mana-mana, tapi tidak dilakukan oleh Prabowo,” Ucap mantan Komisaris Utama PT Pelabuhan Indonesia 1 (persero).
Dalam penilaian berbagai lembaga survei Pemerintahan Prabowo – Gibran mendapatkan banyak respon positif namun menurut Refly hal ini terjadi lantaran Presiden Prabowo dianggap masih menggunakan metode yang dilakukan Presiden sebelumnya.
”Kenapa popularitas tinggi? Karena masih menggunakan metode lama Jokowi, yaitu gelontorkan bansos dan lain sebagainya, sehingga masyarakat yang tadinya lapar, dia punya spare waktu untuk tidak marah, malah senang karena dikasih beras, dikasih macam-macam dan lain sebagainya,” Kata Refly Harun.
Refly menilai kebijakan yang dilakukan Prabowo perlu memperhitungkan dua tantangan yaitu fiskal dan demokrasi agar tidak terjadi kesalahan dimasa mendatang.
”Fiskal, sekuat apa dana kita untuk selalu menggunakan politik bansos untuk memberikan kesenangan kepada masyarakat. Yang kedua, sekuat apa pemerintahan Prabowo bertoleransi terhadap demokratisasi. Karena kalau dia misalnya uang mengecil, kebebasan semakin lebar, maka dia tidak sabar. Maka yang terjadi adalah ruang demokrasi dipersempit, kemudian soal fiskal main tangan besi juga,”Pungkasnya. [IQT]