Maqdir Ismail, Kuasa Hukum dari Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto saat selesai sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. (Foto: Sulindo/Iqyanut Taufik)

‎Jakarta – Maqdir Ismail, Kuasa Hukum Hasto Kristiyanto sesalkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang abaikan fakta hukum persidangan. Hal ini disampaikan Maqdir seusai sidang pembacaan pledoi Hasto Kristiyanto dalam perkara suap Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI dapil Sumatera Selatan I yang melibatkan Harun Masiku dan perintangan penyidikan.

‎Maqdir menegaskan dalam pledoi yang dibacakan Hasto, terdapat fakta-fakta terkait penyuapan yang menurut Maqdir tidak terdapat bukti keterlibatan Sekjen PDIP tersebut.

‎”Betapa penuntut umum mengabaikan fakta-fakta persidangan terkait dengan penyuapan,” Kata Maqdir saat ditemui wartawan di Gedung Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (10/07/2025).

‎Maqdir menilai, Hasto tidak mempunyai kepentingan dalam PAW Harun Masiku. Sebagai Sekjen, kata Maqdir, Hasto hanya menjalankan perintah partai dalam proses PAW, dimana Hasto meminta agar KPU melaksanakan keputusan Mahkamah Agung (MA).

‎Proses PAW yang seharusnya dijalankan partai sesuai keputusan MA, ditunggangi oleh pihak-pihak yang ingin mendapatkan keuntungan pribadi.

‎”Ini di tukangi sedemikian rupa oleh pejabat di KPU, yang mencoba mencari keuntungan, bahkan yang mencari keuntungan ini bukan hanya dari pejabat di KPU, tetapi adalah saudara Saiful Bahri yang memanfaatkan situasi, dan dia termasuk orang yang paling banyak mendapat uang dari Harun Masiku,” ungkap Maqdir.

‎Maqdir berharap, Hakim dapat melihat pledoi Hasto Kristiyanto yang sudah menyajikan fakta-fakta selama persidangan.

‎Sebelumnya Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto diduga melakukan suap dalam proses Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI dapil I provinsi Sumatera Selatan periode 2019 – 2024 atas nama Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia, digantikan Harun Masiku.

‎Hasto juga didakwa melakukan tindakan perintangan penyidikan.

‎Atas tindakannya, Jaksa menuntut Hasto Kristiyanto dengan pidana penjara 7 tahun dan denda sebesar Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan penjara. [IQT]