Sulindomedia – Rencananya, pada Kamis pagi ini (18/2/2016) mulai pukul 10.00 WIB, DPR akan menggelar rapat paripurna. Namun, ternyata, rapat paripurna itu ditunda dan  rencananya akan dilangsungkan pada Selasa pekan depan (23/2/2016). Ini adalah kali kedua rapat paripurna untuk memutuskan kelanjutan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002  tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ditunda. Penundaan ini merupakan hasil rapat konsultasi pengganti Badan Musyawarah DPR yang berakhir sekitar pukul 21.00 WIB pada Rabu malam (17/2/2016).

Sejauh ini belum diketahui alasan penundaannya. Yang pasti, terjadi perbedaan pandangan yang cukup tajam di antara fraksi-fraksi yang ada di DPR terhadap revisi Undang-Undang KPK. Padahal, rapat Badan Legislatif beberapa hari lalu sudah menyepakati untuk melanjutkan revisi Undang-Undang KPK. Ketikam itu, hanya Fraksi Partai Gerindra yang menolak.

Namun, belakangan, beberapa fraksi lain mulai menunjukkan perubahan sikap terhadap revisi Undang-Undang KPK, yang menjadi inisiatif DPR ini. Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi PKS ikut juga menolak. Adapun sikap Fraksi PAN mengambang.

Di eksekutif, Menkopolhukam Luhut B Panjaitan menyatakan setuju revisi Undang-Undang KPK. Namun Juru Bicara Kepresidenan Johan Budi mengungkapkan, Presiden Joko Widodo mendengarkan adanya gelombang penolakan kuat dari publik mengenai revisi Undang-Undang KPK. Evaluasi atas sikap pemerintah akan dilakukan sekembalinya Jokowi dari kunjungan KTT ASEAN-Amerika Serikat. “Presiden mengetahui adanya kontra dari masyarakat yang semakin meluas. Ini tentu tidak bisa didiamkan karena Presiden sangat perhatian dengan kepentingan publik dan penguatan KPK,” kata Johan di Jakarta, Rabu kemarin (17/2/2016).

Peninjauan atas sikap pemerintah, tambahnya, akan dilakukan sekembalinya Jokowi dari Amerika Serikat. Sampai sekarang, tambah Johan, Jokowi masih menunggu isi draf revisi Undang-Undang KPK yang diakui menjadi hak inisiatif DPR.  Jokowi, kata Johan lagi, saat ini juga mengetahui adanya penarikan diri dari beberapa fraksi untuk memperbincangkan atau membahas revisi Undang-Undang KPK lebih jauh.

Tapi, Johan juga mengatakan, Presiden Jokowi akan tetap konsisten terhadap pembahasan revisi Undang-Undang KPK. Pemerintah akan menarik dukungan seandainya isi draf revisi Undang-Undang KPK memperlemah keberadaan KPK. “Substansinya jangan sampai ada pasal-pasal yang direvisi jadi memperlemah KPK,” tutur Johan.

Ia mencontohkan soal “masa hidup” KPK yang dibatasi menjadi 12 tahun, yang ada dalam penjelasan di pasal 5 dan pasal 73 revisi Undang-Undang KPK.  Selain itu, kewenangan penuntutan KPK yang dicabut juga termasuk salah satu poin revisi yang dinilai memperlemah. “Juga termasuk penyadapan, KPK harus izin ke pengadilan,” ungkap Johan.

Ketika ditanyai mengenai usulan keberadaan dewan pengawas, Johan mengatakan pihaknya belum bisa memberikan komentar lebih jauh karena belum menerima isi draf revisi Undang-Undang KPK. “Belum sampai ke Presiden, belum bisa disimpulkan,” ujarnya. [CHA/BOY/PUR]