Koran Sulindo – Sidang Paripurna Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada Februari lalu memutuskan pembentukan tim pemantauan penanganan kasus penyerangan dan penyiraman air keras terhadap Penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. Keputusannya tertulis dalam surat bernomor 02/SP/II/2018. Tim itu terdiri dari Sandrayati Moniaga sebagai ketua; Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik sebagai anggota; M. Choirul Anam sebagai anggota; Franz Magnis Suseno sebagai anggota; Abdul Munir Mulkan sebagai anggota; Alisa Wahid sebagai anggota, dan; Bivitri Susanti sebagai anggota.
Tim tersebut akan bertugas selama tiga bulan ke depan sejak sidang paripurna itu. Hasil kerja tim tersebut nantinya akan disampaikan kembali pada sidang paripurna dan kepada para pemangku kepentingan.
Menurut Sandrayati, fokus tim itu guna memastikan bahwa proses hukum terhadap peristiwa yang dialami Novel Baswedan berjalan sesuai koridor hak asasi manusia. “Prinsip hukum fair trial dan mengungkap hambatan-hambatan yang dialami dalam proses hukum Novel Baswedan,” kata Sandra saat jumpa pers di Ruang Asmara Nababan Komnas HAM, Jakarta, Jumat (9/3). Tim tersebut, lanjutnya, akan melakukan upaya optimal dalam mendorong penegakan keadilan dan pengungkapan kebenaran. “Karenanya, Tim akan bekerja secara terbuka dan bekerja sama dengan semua pihak terkait, termasuk presiden, kepolisian, KPK, organisasi HAM, dan masyarakat,” tuturnya.
Pembentukan tim tersebut mendapat apresiasi dari Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar. Namun, menurut pandangan Haris, Komnas HAM sebenarnya bisa melakukan penyelidikan dugaan pelanggaran HAM terhadap Novel Baswedan daripada hanya memantau penangnaan kasus yang kini berada di kepolisian. “Saya apresiasi. Tapi, saya kemudian bingung, kenapa hanya memantau? Seharusnya menyelidiki,” tutur Haris.Padahal, tambahnya, Komnas HAM dapat mengoptimalkan kewenangan penyelidikan yang melekat pada lembaganya. “Harusnya diselidiki kenapa kasusnya mandek. Bukan hanya dipantau.”SEMENTARA itu, pada awal Maret 2018 lalu, penyidik Polri yang menangani kasus Novel Baswedan diganti. Alasannya: menempuh pendidikan.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto mengatakan, pergantian itu adalah hal biasa. “Biasa. Jadi, kalau ada pergantian penyidik biasanya ada gelar perkara dulu,” kata Setyo, 2 Maret 2018 lalu.
Gelar perkara itu membahas sudah sejauh mana perkembangan kasus yang ditangani. Kemudian, barang bukti dan berkas-berkas diserahkan penyidik lama ke penyidik baru. “Biasalah itu, karena tidak mungkin kan, karena dia harus sekolah juga, dia harus ada tugas lain,” tutur Setyo.
Menurut dia, pengaruh pergantian penyidik itu bergantung pada personalitas dan kemampuan penyidik tersebut. Kalau penyidik yang pengganti lebih baik, pengungkapan kasus akan lebih cepat.
Setyo menjelaskan, ada pula penyidik yang mungkin tidak memahami permasalahan kasus sehingga malah mungkin bisa menghambat. Tapi, Setyo tidak memberikan penilaian secara khusus terhadap penyidik baru kasus penyerangan Novel. “Saya harapkan penyidik lebih baguslah,” ungkapnya.
Tahun 2017 lalu, pihak Polri juga mengganti penyidik yang mengusut kasus penyerangan Novel Baswedan. Soal penggantian ini justru diinformasikan oleh Novel Baswedan sendiri pada 14 Agustus 2017. “Saya tahu perubahan penyidik ketika saya melihat surat-surat yang ada dan, kedua, saya tahu karena saya bertanya kepada yang bersangkutan,” kata Novel.
Pada 22 Februari 2018 lalu, setelah menjalani perawatan di rumah sakit di Singapura kurang-lebih sepuluh bulan, Novel telah pulang ke Tanah Air. Tapi, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, kondisi mata Novel belum pulih. Bahkan, rencananya, Novel kembali akan menjalani operasi mata kirinya pada bulan depan, April 2018. “Novel kembali ke Jakarta dalam proses rawat jalan. Sebelah matanya belum berfungsi. Mata kiri masih harus menunggu operasi tahap kedua yang di awal direncanakan pada April 2018 ini,” ujar Febri. Dalam dua pemeriksaan medis terakhir, menurut dia, ada perkembangan yang cukup bagus pada mata kiri Novel.
Novel diserang orang setelah solat subuh di masjid dekat rumahnya di Kelapagading, Jakarta Utara, pada 11 April 2017. Orang jahat itu menyiramkan air keras (asam sulfat) ke wajah Novel sehingga mata Novel mengalami cedera amat serius. Sampai hari ini, aparat kepolisian belum dapat mengendus juga siapa sebenarnya pelaku penyerangan itu.
Beberapa orang sempat diperiksa polisi, karena diduga sebagai pelaku, tapi mereka kemudian dilepaskan karena tidak ada bukti. Polda Metro Jaya pun pernah merilis dua sketsa wajah yang diduga kuat sebagai pelaku, tapi belum ada hasil dari penyebaran sketsa wajah tersebut.
Lalu, 20 Februari 2018, Presiden Joko Widodo mengatakan, dirinya akan mengejar terus Kepala Polri agar kasus ini menjadi jelas dan tuntas, siapa pun pelakunya. “Akan kita kejar terus Polri,” tutur Jokowi.
Pihak kepolisian pun menyatakan akan melaksanakan instruksi Jokowi itu. “Ya, kami akan laksanakan karena memang kami harus segera tuntaskan,” kata Setyo Wasisto.
Setyo mengungkapkan, kepolisian selama ini mengalami kendala untuk meminta keterangan. Selain itu, ia juga mengakui polisi belum mendapat hasil yang memuaskan terkait penyelidikan kasus tersebut. “Ada beberapa yang terhambat dan sampai sekarang kami belum dapatkan hasil yang signifikan,” ujarnya.
Laporan yang masuk ke Polda Metro Jaya melalui layanan hotline sejauh ini, tambahnya, sudah mencapai 500 lebih. Tapi, semua tidak ada yang bisa ditindaklanjuti, terkait sketsa wajah penyerang Novel. Ia pun menegaskan, polisi masih akan terus bekerja. “Teman penyidik masih bekerja, artinya kami masih berusaha semaksimal mungkin,” kata Setyo.
Menurut Febri Diansyah, ada tim penghubung dari KPK yang ditugaskan untuk bertukar informasi dengan jajaran Polda Metro Jaya. “KPK tentu tetap ingin pelaku penyerangan diungkap. Bagi KPK, serangan terhadap Novel adalah serangan terhadap KPK juga,” tutur Febri. [RAF]