Ilustrasi kasus intoleransi [Foto: Istimewa]

Koran Sulindo – warga Ahmadiyah kembali mengalami kekerasan d Desa Greneng, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Tindakan kekerasan itu disebut sebagai bentuk kebencian dan intoleransi pada paham agama yang berbeda.

Setara Institute karena menilai kebencian dan intoleransi yang tumbuh dalam masyarakat perlu ditangani. Itu menjadi tantangan sekaligus potensi ancaman nyata di dalam masyarakat.

Wakil Ketua Setara Institue Bonar Tigor Naipospos mengatakan, intoleransi merupakan tahap pertama menuju aksi terorisme. Dan terorisme adalah puncak dari intoleransi. Karena itu, kata Bonar, energi pemberantasan terorisme mesti dimulai dari hulu sebagaima intoleransi seperti di Lombok Timur itu.

Itu jangan dibiarkan. Karena aspirasi politik kebencian dan intoleransi dan berubah menjadi aksi-aksi terorisme, kata Bonar. “Aksi persekusi itu sebetulnya sudah dirasakan warga Ahmadiyah sejak Maret lalu dan sudah pula dilaporkan pada kepolisian serta pemerintah daerah,” katanya seperti dikutip CNN Indonesia pada Minggu (20/5).

Dikatakan Bonar, dialog antar-warga juga sudah beberapa kali digelar. Sebagian kelompok masyarakat itu lalu menuntut warga Ahmadiyah untuk keluar dari keyakinannya. Jika tidak akan diusir dari tempat tinggal mereka.

Setara Institute karena itu mengutuk serangan terhadap warga Ahmadiyah di Lombok Timur itu. Juga menyesalkan kegagalan kepolisian dalam mencegah terjadinya kekerasan terhadap warga Ahmadiyah itu. Kendati sedang sibuk dengan penanganan terorisme, Kepolisian RI tidak boleh mengendorkan perlindungan terhadap warga minoritas dari rasa takut dan rasa tak aman. [KRG]