Koran Sulindo – Peraturan Presiden terkait investasi minuman keras ditolak mentah-mentah oleh Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Said Aqil Siroj.
Pasalnya, menurut Said Aqil, miras merupakan minuman yang diharamkan dalam Al Quran dan akan menimbulkan mudharat.
“Kami sangat tidak setuju dengan Perpres terkait investasi minuman keras,” ujar Said Aqil dalam keterangan tertulis yang diterima wartawan, Senin (1/3).
Said pun menolak rencana pemerintah menjadikan industri minuman keras keluar dari Daftar Negatif Investasi. Seharusnya kebijakan pemerintah mendatangkan kemaslahatan bagi masyarakat.
Sebagaimana kaidah fiqih menyebutkan, kata Said Aqil, Tasharruful imam ‘alar ra’iyyah manuthun bil maslahah (kebijakan pemimpin harus didasarkan pada kemaslahatan rakyat).
“Karena agama telah tegas melarang maka harusnya kebijakan pemerintah itu menekan konsumsi minuman beralkohol, bukan malah didorong untuk naik,” ujar Said Aqil.
Oleh karena itu Saiq Aqil menilai bahaya sebagai dampak negatif yang jelas dari minuman keras sudah seharusnya dicegah dan tidak boleh ditoleransi.
“Kalau kita rela terhadap rencana investasi minuman keras ini maka jangan salahkan kalau nanti bangsa kita rusak,” ungkap Said Aqil.
Pemerintah telah menerbitkan Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Perpres tersebut merupakan turunan Undang-undang Cipta Kerja.
Salah satu hal yang jadi sorotan dalam Perpres itu adalah pembukaan keran investasi minuman keras. Dalam aturan itu, investasi minuman keras boleh dilakukan di Papua, NTT, Bali dan Sulut. Perpres itu juga membuka peluang investasi serupa di daerah lain.
Sedangkan, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Anwar Abbas menilai, aturan yang membolehkan industri minuman keras dapat memicu eksploitasi.
“Kebijakan ini tampak sekali bahwa manusia dan bangsa ini telah dilihat dan diposisikan oleh pemerintah dan dunia usaha sebagai objek yang bisa dieksploitasi,” kata Anwar saat dihubungi.
Anwar menilai, aturan yang menjadikan industri miras sebagai usaha terbuka akan merugikan bagi masyarakat. Peraturan tersebut, akan membuat peredaran miras menjadi semakin terbuka.
Sementara, Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional DPR RI Saleh Partaonan Daulay mengatakan, Perpres No 10 Tahun 2021 akan memicu maraknya miras oplosan, ilegal dan palsu.
Miras oplosan, ilegal dan palsu dikhawatirkan akan beredar di luar provinsi yang diperbolehkan dalam perpres.
“Ini sangat sering terjadi. Aparat kepolisian dan BPOM sudah sering menangkap para pelakunya,” kata Saleh.
Mayoritas masyarakat Indonesia, kata Saleh pasti akan menolak miras. Pasalnya, miras dikhawatirkan dapat memicu tindakan kriminalitas. Para peminum miras sering melakukan kejahatan di luar alam bawah sadarnya.
“Saya menduga, devisanya tidak seberapa, tetapi kerusakannya besar. Ini cukup termasuk ancaman bagi generasi milenial yang jumlahnya sangat besar saat ini,” kata Saleh.
Senada, Waketum MUI Anwar Abbas mengatakan regulasi miras nampak lebih mengedepankan pertimbangan dan kepentingan pengusaha daripada kepentingan rakyat.
“Fungsinya sebagai pelindung rakyat tentu tidaklah akan memberi izin bagi usaha-usaha yang akan merugikan dan merusak serta akan menimbulkan kemafsadatan bagi rakyatnya,” kata Anwar. [WIS]