Koran Sulindo – Pada Rabu, 25 Mei 2016 ini, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan Megawati Soekarnoputiri, yang juga merupakan perempuan pertama yang menjadi presiden di republik ini, kembali mendapat gelar doktor honoris causa. Yang memberi augerah doktor kehormatan tersebut kali ini adalah almamaternya, Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung, Jawa Barat. Megawati pernah menimba ilmu di Jurusan Pertanian Unpad, angkatan tahun 1965.
Sebelumnya, Megawati juga telah tiga kali mendapat gelar yang sama. Anugerah pertama diberikan oleh Wasseda University, Jepang. Yang kedua dari Moscow State Institute, Rusia. Yang ketiga dari MIT Ocean University, Korea Selatan.
Penganugerah gelar itu dari Unpad kepada Megawati berlangsung di Grha Sanusi Hardjadinata Unpad. Berikut teks orasi ilmiah Megawati Soekarnoputri yang dikemukakan di hadapan Senat Guru Besar dan civitas akademica Unpad dan para tamu undangan.
Assalammualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Salam Damai Sejahtera untuk Kita Semua. Om Swastyastu. Namo Buddhaya.
Sebelumnya, marilah kita terlebih dahulu bersama-sama memekikkan salam nasional kita. Merdeka! Merdeka! Merdeka!
Yang saya hormati Wakil Presiden Republik Indonesia; para pemimpin lembaga negara; Senat Guru Besar Universitas Padjadjaran; Menteri Kabinet Gotong-royong; rektor beserta seluruh Civitas Akademika Universitas Padjadjaran; para menteri Kabinet Kerja; tamu undangan, dan; rekan-rekan media
Puji Syukur kita panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wataala sehingga kita dipertemukan di Universitas Padjadjaran ini. Saya mengucapkan terima kasih atas pemberian gelar doktor honoris causa di bidang politik dan pemerintahan ini. Saya terharu dan sekaligus bangga.
Keseluruhan kenangan saya pun kembali pada peristiwa pertama ketika saya dilantik sebagai mahasiswi di tempat ini. Peristiwa itu terjadi 51 tahun yang lalu. Saat itu, usia saya 18 tahun. Oleh Bung Karno, saya diharuskan masuk ke fakultas pertanian, sebab urusan pangan merupakan urusan mati-hidupnya bangsa.
Meskipun saya sangat tertarik pada ilmu psikologi, Bung Karno sangat kukuh dan meyakinkan saya untuk memasuki dunia yang menjadi mata pencarian terbesar seluruh rakyat Indonesia. Akhirnya, melalui praktik membumikan ilmu pertanian secara langsung besama para petani, saya tidak hanya mengerti secara ideologis tentang hakikat kedaulatan pangan. Melalui ilmu pertanian, saya memahami bahwa fondamen terpenting bagi bangsa Indonesia untuk maju antara lain diukur dari kemampuan untuk berdiri di atas kaki sendiri di bidang pangan bagi rakyatnya.
Bagi saya, ilmu pertanian menjadi jalan kerakyatan yang terbuka lebar untuk memahami keseluruhan peri-kehidupan rakyat Indonesia. Di situlah saya semakin paham bahwa hakikat politik sejatinya adalah membangun peradaban yang berangkat dari realitas kehidupan rakyatnya.Petani adalah gambaran nyata wong cilik, di mana seluruh keberpihakan politik seharusnya ditujukan kepadanya. Inilah kesadaran yang muncul ketika saya belajar di kampus ini.
Namun, malang tidak dapat ditolak. Badai politik yang terjadi pada tahun-tahun itu akhirnya berimbas pada status kemahasiswaan saya. Hanya dua tahun kesempatan untuk belajar di Universitas Padjadjaran ini. Kesemuanya memaksa saya untuk tidak melanjutkan kuliah di kampus ini (intermezo: kenangan dipaksa menandatangani surat atau mundur dari kuliah).
Pada akhirnya, bukan hanya ilmu pertanian yang saya dapatkan. Di kampus ini pula mental saya ditempa untuk belajar memahami dan bertahan pada keyakinan terhadap ideologi dalam arti yang sesungguhnya. Peristiwa yang saya alami di kampus inilah yang kemudian membentuk saya menjadi seorang politisi dan memilih untuk terus mengorganisasi rakyat melalui jalan kepartaian (intermezo: masa-masa mapras/ospek dan kuliah, ada teman-teman satu angkatan yang hadir. Salah satunya Iwan Abdurahman, ojek sepeda saya ke Ciumbuleuit).