Menyusut, Serapan Lapangan Kerja di Sektor Formal

Koran Sulindo – Pemerintah didesak membuka lebih banyak lapangan pekerjaaan di sektor formal yang saat ini dianggap makin menyusut.

Menurut Direktur Penelitian Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Muhammad Faisal mengatakan saat ini pertumbuhan lapangan kerja lebih banyak ke sektor informal dibandingkan dengan sektor formal.

“Memang ini ada perpindahan tenaga kerja dari sektor formal ke informal. Sektor perdagangan dan jasa pertumbuhannya lebih tinggi karena banyak yang sebagai pelaku UMKM,” kata Muhammad Faisal di Jakarta, Minggu (22/7) seperti dikutip bisnis.com.

Berdasarkan data statistik sepanjang tahun 2016 persentase tenaga kerja Indonesia yang bekerja di sektor industri tercatat 21,72 persen, sektor pertanian 31,82 persen, dan sektor jasa sebesar 46,46 persen.

Jumlah itu menunjukkan penurunan pekerja di sektor industri dan sektor pertanian dibanding tahun sebelumnya yang tercatat sektor industri menyerap 22,04 persen, pertanian 33,04 persen, dan jasa sebesar 44,92 persen

Menurut Faisal, berkurangnya serapan tenaga kerja di sektor formal dipicu oleh ketidakmampuan pemerintah dalam membuat lapangan kerja formal. Terlebih, dengan kondisi perekonomian saat ini, masyarakat lebih memilih bekerja di sektor informal dengan pendapatan yang tidak menentu.

“Saat ini yang berkembang yakni sektor teknologi informasi, ekonomi digital, dan jasa transportasi daring. Selama daya saing industri rendah, peluang dalam membuka lapangan kerja formal sedikit,” ujar Faisal.

Selain membutuhkan lapangan kerja formal, dibutuhkan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), mulai dari segi pendidikan, keterampilan dan sertifikasi.

Tanpa hal itu, tenaga kerja di Indonesia kurang dapat bersaing dengan tenaga kerja asing di era saat ini.

Sementara itu Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi M. Hanif Dhakiri memprediksi Indonesia mengalami kekurangan 57 juta tenaga kerja terampil hingga 2030. Untuk itu, Kemenakertrans berupaya memenuhi target pemenuhan tenaga terampil sejumlah 1,4 juta jiwa pada 2019.

“Memang saat ini banyak tenaga kerja yang lebih memilih bekerja di sektor informal. Persaingan di sektor formal juga ketat,” tuturnya.

Ia menambahkan, Kemenakertrans tengah melakukan peningkatan kualitas SDM melalui program-program peningkatan daya saing seperti menggenjot pelatihan vokasi serta program Tripple Skilling, yaitu skilling, upskilling, dan reskilling.

Generasi muda yang belum punya keterampilan diwajibkan masuk ke program tersebut agar memiliki keahlian di bidang tertentu. Sementara itu, bagi yang sudah memiliki keterampilan, diharapkan masuk ke program upskilling dan yang ingin beralih keterampilan bisa ke program reskilling.

“Kalau bicara SDM, kuncinya adalah karakter dan kompetensi. Kalau karakter baik dan ditunjang kompetensi, maka pasti bagus. Jadi karakter itu inti dasar daya saing. Kami menyiapkan kompetensi sesuai perkembangan teknologi informasi,” kata Hanif. [CHA/TGU]