Koran Sulindo – Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri menggelar tumpukan uang kertas sebanyak Rp173 miliar dari hasil korupsi pengadaan BBM jenis high speed diesel atau HSD milik PLN tahun anggaran 2010-2014.
Uang tersebut disita dari beberapa rekening perusahaan milik PT Tran Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) milik Honggo Wendratno, tersangka yang buron dalam kasus korupsi kondensat.
Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim, Kombes Djoko Purwanto mengatakan dalam penyidikan kasus korupsi yang dilakukan direktoratnya mengutamakan asset recovery atau pengembalian aset kekayaan yang telah dikorupsi.
“Concern kita asset recovery. Bagaimana penanganan tindak pidana korupsi bisa kita buktikan. Karena kalau kita sudah bisa bikin LP kita harus bisa buktikan untuk kita tuntaskan. Kita harus benar-benar dapat asset recovery. Yang kita sampaikan adalah uang, penyitaan tidak hanya uang tetapi aset-aset lainnya,” kata Djoko saat menggelar konferensi pers penyitaan uang dan penahanan tersangka eks Dirut PLN Nur Pamudji, di Bareskrim, Jumat (28/6).
Sementara, Kasubdit I Dittipidkor Kombes Arief Adiharsa mengatakan uang ratusan miliar itu dari hasil transaksi keuangan setelah memetakan aktor-aktor dalam transaksi.
Dia mengungkapkan PT Tuban Petrochemical Industries, PT Tuban LPG Indonesia dan PT TPPI dimiliki oleh satu orang yakni Honggo Wendratno selaku Presiden Direktur.
Arief melihat ada keuntungan lain yang diterima oleh Honggo melalui namanya tolling fee. TLI sambungnya menerima pengolahan kembali hasil gas buang dari TPPI.
“Pengelolaan ini kontraknya bertahap atas tolling fee dari Pertamina, peran TLI mengelola kontrak 25 persen, hasil tolling fee dari Pertamina ini masuk ke rekening TLI. Karena perusahaan ini telah ditinggalkan Honggo karena sudah kabut tidak ada yang memiliki tersebut, perusahaan tetap berjalan dan uangnya terus didapat ditahan di rekening TPPI,” kata dia di Bareskrim Polri, Jumat (28/6).
Arief mengatakan hasil penelusuran dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan terbukti ada rekening status quo atau tidak bertuan.
“Ketika kita telusuri ke TPPI, berdasarkan penelusuran teman-teman di PPATK kita tahu ada rekening status quo, tidak bertuan. Kita tanya ini haknya TLI kenapa tidak diteruskan? kita tidak tahu Pak akan diteruskan kemana. Kita perlu sita perlu beberapa kali keluarkan dari TPPI ke dalam rekening tersendiri, kita ambil ada dari beberapa rekening,” kata dia.
Untuk diketahui dalam kasus ini negara mengalami kerugian sebesar Rp188 miliar. Kerugioan dipicu saat TPPI tidak bisa memasok solar dari perjanjian kontrak selama 4 tahun, PLN harus membeli dari pihak lain dengan nilai yang lebih tinggi.(YMA)