Koran Sulindo – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan sejumlah pelanggaran dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) terhadap pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi.
Komnas HAM menemukan pelanggaran itu setelah melakukan penyelidikan atas TWK pegawai KPK.
Anggota Komnas HAM Choirul Anam menyebut, pelanggaran dalam TWK itu terkait hak atas keadilan dan kepastian hukum.
Baca juga: Bangga Sebab DNA Manusia Indonesia (Selamat Ulang Tahun Indonesia!)
Kemudian ditemukannya pula pelanggaran terhadap hak perempuan, hak bebas dari diskriminasi ras dan etnis, kebebasan beragama dan berkeyakinan, hak atas pekerjaan, serta rasa aman dan informasi publik.
Dari hasil temuan itu juga, Komnas HAM menyebut ada dugaan pelanggaran privasi, berserikat dan berkumpul, berpartisipasi dalam pemerintahan dan kebebasan berpendapat.
Dari temuan itu semua, kata Anam, dalam kontruksi kasusnya tergambar bahwa proses penilaian di TWK merupakan pelanggaran HAM. Baik tindakan dan perlakuan maupun ucapan, baik pertanyaan maupun pernyataan, memiliki karakteristik yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip HAM.
Anam mencontohkan dugaan kuat pelanggaran HAM proses alih status pegawai KPK, yakni adanya stigmatisasi atau pelabelan Taliban kepada sejumlah pegawai. Di situ, kata Anam, pelabelan tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, baik secara hukum maupun faktual.
Selanjutnya, pelaksanaan teknis asesmen tes wawasan kebangsaan, juga dilakukan tanpa dasar hukum yang jelas dan tepat serta terindikasi melawan hukum.
Nah, yang lebih tidak memiliki dasar hukum yakni mengenai kerja sama Badan Kepegawaian Negara (BKan) dengan pihak-pihak ketiga Badan Intelijen Strategis, Dinas Psikologi Angkatan Darat, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dan Badan Intelijen Negara.
“Penyelenggaraan TWK juga tidak hati-hati dan cermat dalam menjalankan aturan yang berlaku serta terjadi pelanggaran kode perilaku asesor,” kata Anam.
Selain itu, jenis pertanyaan yang menggunakan indikator merah, kuning, dan hijau merupakan persoalan serius dalam konteks HAM. Pasalnya, hal itu bernuansa diskriminatif, kebencian dan merendahkan martabat serta tidak berperspektif gender. [WIS]