Dugaan Bancakan Anggaran Kemenakertrans Jangan Dilupa

Charles J. Mesang

Koran Sulindo – Anggota DPR dari Partai Golkar, Charles J. Mesang, mengembalikan uang US$ 80.000 kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Uang itu merupakan bagian dari uang yang pernah diterima Charles J. Mesang terkait kasus dugaan suap untuk pembahasan anggaran dana optimalisasi Ditjen P2KT Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) tahun 2014.

“Dalam bentuk cash sejumlah US$ 80 ribu,” kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis malam (6/4).

Charles J. Mesang telah menjadi tersangka dalam kasus ini sejak 12 Februari 2017 lalu. Ia diduga menerima hadiah dari mantan Dirjen P2KT Kemnakertrans, Jamaluddien Malik, sebesar Rp 9,750 miliar atau 6,5% dari total anggaran optimalisasi.

Jamaluddien Malik telah menjalani proses sidang dan dijatuhi hukuman pidana enam tahun penjara plus denda Rp 200 juta subsider satu bulan kurungan. Majelis hakim juga mewajibkan Jamaluddien membayar pengganti kerugian negara sebesar Rp 5,4 miliar.

Terkait dugaan penerimaaan suap yang sebesar Rp 9,750 miliar, itu artinya masih terdapat selisih dengan uang yang dikembalikan Charles. Karena, jika dikonversi dengan kurs sekarang, ia baru mengembalikan kurang-lebih Rp 1 miliar.

Diungkapkan Febri, selisih tersebut akan didalami KPK. Karena, dari pengembangan penyidikan, uang yang diterima Charles diduga telah mengalir kepada sejumlah pihak lain. “Sisa selisihnya akan kami telusuri lebih lanjut kepada siapa saja indikasinya uang tersebut mengalir,” ujarnya.

Pada Kamis siangnya, penyidik KPK juga memeriksa Ketua Komisi IX DPR periode 2013-2014‎, Ribka Tjiptaning.  Febri Diansyah mengatakan, keterangan Ribka dibutuhkan penyidik untuk melengkapi berkas penyidikan. “Ribka Tjiptaning diperiksa sebagai saksi untuk tersangka CJM,” kata Febri. Selain Ribka, yang juga diperiksa adalah mantan anggota Komisi IX DPR Zuber Safawi dan aparatur sipil negara di Kemenakertrans, yaitu Kepala Pusat Data dan Informasi, Suharto.

Sebelumnya, pada 21 Februari lalu, penyidik KPK juga telah memeriksa mantan Wakil Ketua Komisi IX DPR Nova Riyanti Yusuf alias Noriyu. Setelah pemeriksaan tersebut, Noriyu mengaku telah membeberkan semuanya. Bahkan, mantan politisi dari Partai Demokrat tersebut mengaku juga telah menyampaikan dokumen-dokumen berkaitan dengan kasus tersebut.

Kendati begitu, Noriyu membantah menerima bagian dari uang yang diduga suap itu. “Aduh, itu sudah disampaikan semua. Pokoknya, saya transparan. Apa yang saya itu sudah saya sampaikan, termasuk bukti-bukti berkas,” ujar Noriyu.

Sebagai Wakil Ketua Komisi IX DPR, Noriyu mengaku sempat memimpin persidangan terkait pembahasan anggaran itu. Selama proses pembahasan tersebut, katanya,sempat terjadi dinamika, tapi dirinya tak tahu-menahu adanya praktik suap tersebut. “Kami kan pimpinan. Kalau pimpinan, suka-tidak suka, tugas kita adalah memimpin sidang-sidang, apalagi pembahasan anggaran. Karena, sebagai anggota DPR, tugas kami adalah menjalankan fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Sebagai pimpinan, tugas kami adalah menandatangani anggaran. Ada dinamika-dinamika yang ada dalam proses itu, tapi semua itu sudah saya sampaikan ke penyidik, silakan bisa dicek semuanya,” tuturnya.

Ia juga mengatakan, dirinya tak mengetahui adanya permintaan tambahan anggaran dana optimalisasi tersebut. Karena, menurut dia, anggaran itu dibahas di Badan Anggaran DPR, bukan oleh jajaran kepemimpinan komisi. “Itu di Badan Anggaran. Komisi IX hanya bergerak dengan pengajuan anggaran dari kementerian atau lembaga. Jadi, yang terkait dengan anggaran bukan tupoksi kami,” kata Noriyu.

Terkait kasus ini, Bupati Lampung Timur Chusnunia Chalim juga telah diperiksa pada 27 Februari 2017. Febri mengatakan, Chusnunia diperiksa dalam kapasitasnya sebagai mantan anggota DPR.  [PUR]