Koran Sulindo – Kritikan terhadap rencana tarawih berjemaah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di Monas datang dari berbagai pihak. Selain dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), kritikan juga datang dari Muhammadiyah.
Ketua Umum MUI KH Ma’ruf Amin, misalnya, menyarankan agar Pemprov DKI tidak menggelar salat tarawih di Monas. Sebaiknya dilakukan di masjid. Karena salat tarawih berjemaah di Monas itu tidak diketahui apa maksud dan tujuannya.
Salat tarawih, kata Ma’ruf, sesungguhnya bisa dilakukan di mana saja. Namun, perlu ada penjelasan mengapa salat tersebut harus digelar di Monas, misalnya. “Karena saya tidak tahu motifnya apa, kalau saya sih sebagusnya tarawih itu di masjid,” kata Ma’ruf seperti dikutip detik.com pada Minggu (20/5).
Sehari sebelumnya, Muhammadiyah juga mengkritik rencana Pemprov DKI itu. Salat tarawih berjemaah di Monas terkesan politis, kata Sekretaris Umum Muhammadiyah Abdul Mu’ti. Dikatakan Abdul Mu’ti dalam konteks yang lebih luas dan jangka panjang, itu bisa menjadi preseden untuk kegiatan serupa oleh pemeluk agama lain.
Menanggapi kritikan itu, Wakil Gubernur DKI Sandiaga Uno menilainya sebagai masukan yang baik. Keputusan untuk membuat salat tarawih di Monas juga karena sudah berkonsultasi dengan para ulama. Jadi, bukan tanpa dasar dan semena-mena. Rencana salat tarawih berjemaah oleh Pemprov DKI, kata Sandi, akan terus berjalan.
“Masjid Istiqlal tidak mencukupi karena membludaknya orang” kata Sandi.
Selain berkonsultasi dengan para ulama, salat berjemaah di Monas juga sudah dikoordinasikan dengan Kepolisan Daerah Metro Jaya. Terlebih, lokasi itu sudah sering digunakan untuk acara seperti maulid, istigosah dan lain-lain. [KRG]