Buya Syafii Maarif

Koran Sulindo – Kegiatan keagamaan mestinya tidak boleh ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan politik praktis. Sekali agama disisipi politik, agama akan selalu dipergunakan untuk kepentingan pragmatis.

Penegasan tersebut disampaikan Buya Syafii Maarif ketika menjadi pembicara dalam sarasehan kebangsaan di Gereja St Ignatius, Magelang.

Menurut Buya suara-suara yang mencerahkan harus terus disuarakan dan jangan hanya menjadi umat yang pendiam.

“Kalau hanya diam saja, sekarang mereka yang memperalat agama bisa leluasa. Itu harus dilawan. Kita harus menunjukkan bahwa agama itu jangan dipakai untuk tujuan yang kotor, kumuh,” kata Buya di Magelang seperti dikutip dari detik.com, Rabu (25/4).

Buya lebih lanjut menambahka bahwa beragama haruslah memiliki adab dan budaya.

“Beragama itu, kalau menurut Bung Karno harus beradab, harus berbudaya. Beragama bolehlah, tapi tidak dipakai untuk tujuan rendahan, jangan kotori agama dengan tujuan-tujuan yang rusak,” kata Buya.

Lebih lanjut, Buya menegaskan situasi kemasyarakatan yang kondusif bakalan rusak dan runyam jika agama sudah dijadikan kendaraan politik. Selain berbahaya, hal itu akan merusak kohesi sosial, merusak pergaulan.

Lebih lanjut Buya juga menambahkan agama untuk politik boleh saja jika berupa politik ‘tinggi’. Namun jika politiknya hanya bertujuan untuk Pilkada, Pemilu atau mencari pengikut hal itu tidak dibenarkan.

“Kalau mau pakai agama, jadikan sebagai acuan moral. Politisi itu harus bisa tampil secara beradab, saling menghargai, dan tidak sampaikan ujaran kebencian,” kata Buya.

Buya juga meminta agar masyarakat menghindari kegiatan kampanye politik maupun kegiatan lainnya di forum keagamaan seperti pengajian.

“Saya rasa semua orang kalau sudah menyangkut politik kekuasaan, emosi akan menguasai akal sehat,” imbau Buya lebih lanjut. “Beragama itu harus dengan otentik, dengan adab, moral, semangat persaudaraan.”

Pendapat sejuk Buya tersebut jelas berbeda dengan pernyataan Amien Rais yang mengatakan pentingnya sebuah pengajian disisipi unsur politik. “Ini ustazah peduli negeri, pengajian-pengajian disisipi politik itu harus,” kata Amien di Balai Agung, Balai Kota, Jakarta Pusat, Selasa (24/4).

Amien menyerukan hal tersebut agar ibu-ibu punya andil dalam Pilpres 2019. Ia menyebut hal itu sudah pernah berhasil saat Pilkada DKI. “Nah, kalau di DKI kita diberi oleh Allah keajaiban, insyaallah tahun depan ada keajaiban yang lebih besar lagi,” kata Amien.

Ia juga meminta agar para ustazah berdoa supaya pada tahun 2019 memiliki pemimpin baru.

“Jam 3 pagi bangun, ambil air wudu, kemudian salat, berdoa. Allah pakai bahasa apa saja bisa. Jadi ya Allah, mudah-mudahan negeri kami, negeri muslim terbesar di muka bumi ini pada tahun 2019 mendapat presiden yang baru.”(TGU)