Koran Sulindo – Ketenteraman warga bukit Menoreh terusik. Belakangan ini marak terjadi aksi klithih, sebuah aksi yang dilakukan oleh sekelompok anak muda yang dengan sekonyong-konyong membacok orang tanpa sebab. Aksi klithih ini banyak memakan korban, baik itu perempuan atau laki-laki, tua maupun muda.
Tak sedikit warga yang ketakutan, ada pula yang berani dan akan bertindak. Namun karena aksi bertindak sendiri jelas melanggar hukum, maka mereka (warga) mengadu kepada Ki Demang Menoreh selaku penguasa di bukit Menoreh.
Ki Demang pun bertindak. Ia memerintahkan anak buahnya untuk menindak para pengklitih. Dengan cepat para pengklitih ini berhasil diringkus dan diproses secara hukum. Warga Menoreh pun kembali tenteram dalam menjalankan aktivitasnya.
Hanya saja, dalam menindak para pengklitih tak sekedar dihukum penjara, tapi para pengklitih ini juga diberi pendidikan budi pekerti. ‘Klitih itu muncul karena faktor kesehatan jiwa sekaligus kurangnya pendidikan budi pekerti. Karena itu mereka juga harus diberi pendidikan budi pekerti saat menjalani hukuman,” kata Ki Demang Menoreh.
Itulah sekelumit cerita dari pementasan Ketoprak dengan lakon “Sumilake Pedhut Menoreh”yang digelar Minggu (29/1) malam, di desa Banjar Arum, Kalibawang Kulon Progo. Sebagai sutradara adalah Bondan Nusantara yang dikenal pula sebagai seniman ketoprak.
Yang menarik dalam pementasan ini selain melibatkan tokoh-tokoh ketoprak seperti Widayat, Ignatius Wahono, Sardjono, Giarto, Budiati, Srundeng, Ari serta Novi Kalur bin Marwoto Kawer, juga mantan bupati Kulon Progo yang kini maju lagi dalam pilkada, yakni dr. Hasto Wardoyo. Hasto dalam pementasan ini berperan sebagai Ki Demang.
“Saya senang bisa tampil bersama para seniman, karena kesenian adalah salah satu sarana pembentukan karakter bangsa,” ujar Hasto usai tampil di panggung.
Hasto bermain tanpa mengenakan kostum ketoprak. Ia hanya mengenakan blangkon saja. “Saya barusan pulang dari blusukan ke Banaran dan langsung kemari,” tuturnya.
Ya, akhir-akhir ini Hasto memang sibuk. Sibuk kampanye mengingat dirinya sebagai calon bupati Kulon Progo yang diusung PDI Perjuangan. Toh begitu, meski sebagai calon Bupati Kulon Progo nomer urut 1, Hasto sengaja meluangkan waktu untuk tampil memenuhi undangan para seniman dan juga warga masyarakat Kulon Progo. Maklum ia pernah memimpin Kulon Progo selama hampir 5 tahun dan dinilai berhasil.
“Pak Hasto dianggap berhasil memimpin Kulonprogo dengan baik. Untuk itulah kami berdua mendukung pencalonannya sebagai Bupati untuk lima tahun ke depan,” ujar Pulung Agustanto yang didampingi Totok Hedi, anggota DPRD DIY dari PDI Perjuangan.
Semasa kepeminpinannya 5 tahun lalu, Hasto yang juga seorang dokter ini membuat gerakan kemandirian yang diberi nama “Bela dan Beli Kulon Progo”. Gerakan yang diluncurkan pada pertengahan tahun 2012 itu dilandasi dengan keprihatinannya melihat Kulon Progo dinilai sebagai kabupaten termiskin di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Angka kemiskinan semasa awal menjabat sebagai bupati tahun 2011 mencapai 24,6 persen.
Bela Beli Kulon Progo merupakan semangat untuk menumbuhkan perekonomian Kulonprogo secara konkrit dalam sikap sehari-hari. Gerakan tersebut dimaksudkan agar semua elemen masyarakat Kulon Progo lebih mengutamakan untuk membeli produk sendiri dibanding produk asing. Ia mengandaikan seperti tentara yang membela Tanah Air yang tentunya dengan segenap jiwa dan raga.
“Kalau masyarakat, cara membelanya ya dengan membeli dan mencintai produk sendiri,” ujar Hasto.
Gerakan Bela Beli Kulon Progo yang dicanangkan Hasto nyatanya berhasil menekan angka kemiskinan. Pada 2015, angka kemiskinan turun 4 persen dari 24,6 persen saat 2011. Karenanya sudah sepantasnya gerakan ini meraih penghargaan Silver Regional Marketing Awards sebagai bentuk apresiasi terhadap daerah kreatif dan inovatif dalam pertumbuhan ekonomi 2015. [YUK]