Mantan Ketua KPK Antasari Azhar melapor ke Bareskrim Mabes Polri soal dugaan rekayasa kasusnya [Foto: istimewa]

Koran Sulindo – Setelah penantian panjang, mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar akhirnya melaporkan dalang yang merekayasa kasusnya. Akibat kasus itu, ia mesti mendekam di penjara hingga delapan tahun lamanya. (Baca juga: Badai yang Membakar Semangat)

Bersama dengan Andi Syamsudin adik kandung Nasrudin Zulkarnaen, korban pembunuhan pada 2009, Antasari menyebutkan apa yang menimpanya dan Nasrudin adalah perbuatan penguasa. Itu disebut melanggar Pasal 318 KUHP yang berbunyi soal persangkaan palsu juncto Pasal 417.

Berdasarkan kedua pasal itu, penguasa disebut sengaja menghilangkan baju Nasrudin, bukti penembakan terhadap mantan direktur anak perusahaan badan usaha milik negara itu. Antasari telah menyiapkan segalanya untuk keperluan laporannya itu. Termasuk saksi-saksi.(Baca juga: Antasari Terus Menggugat)

Lantas siapa penguasa yang merekayasa atau mengkriminalisasi Antasari, apakah mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)? “Iya,” kata Antasari tegas menjawab pertanyaan wartawan ketika melapor ke Mabes Polri, Jakarta, pada Selasa (14/2).

Antasari karena itu meminta SBY untuk berbicara jujur tentang perkara yang menimpanya. Apalagi SBY dianggap tahu mengenai perkara itu. “Beliau harus cerita apa yang beliau perbuat, memerintahkan siapa dan melakukan apa, siapa yang yang melakukan semuanya,” tutur Antasari.

Sewaktu menjabat ketua KPK, lembaga tersebut menjadi “macan” di tangan Antasari. Itu sebabnya, ia menuduh bukannya tanpa dasar. Banyak “korban” KPK termasuk pejabat tinggi negara yang dijebloskan ke penjara, termasuk Aulia Pohan, besan SBY yang terseret kasus dana Yayasan Bank Indonesia. (Baca juga: Perkara Antasari: Kisah yang Belum Usai)

Menurut Antasari, apa yang dialaminya adalah bentuk ketidakadilan. Ia dituduh sebagai dalang pembunuhan Nasrudin dan ditangkap pada Mei 2009 tanpa alat bukti. Artinya, Antasari ditangkap dulu baru buktinya menyusul. Itu sebabnya, ia mencari kebenaran atas kasus itu.

“Saya korban, karier hilang, demikian juga pendapatan sebagai jaksa hilang. Belum lagi kerugian materil terhadap keluarga. Karena itu, saya minta laporan ini segera ditindaklanjuti, jangan kayak laporan SMS kemarin,” kata Antasari.

Kasus ini bermula dari penembakan Direktur Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen tewas ditembak di dalam mobil usai bermain golf di Modernland, Tangerang, pada 14 Maret 2009. Antasari disangka mengotaki pembunuhan tersebut. Motifnya: Antasari menjalin hubungan dengan Rani Juliani, istri Nasrudin, yang merupakan caddy di lapangan golf tersebut.

Jaksa menuntut hukuman mati untuk Antasari. Namun, majelis hakim memutuskan vonis penjara 18 tahun. Antasari pun mengajukan banding, namun Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolak dan memperkuat putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kasasi dan peninjauan kembali perkara juga diajukan, tapi nasibnya sama: ditolak. (Baca juga: Antasari: Hary Tanoe Orang Suruhan Cikeas)

Pada November 2016, Antasari mendapatkan pembebasan bersyarat. Selanjutnya, Presiden Joko Widodo mengampuni Antasari sehingga statusnya menjadi bebas murni. Setelah itu, Antasari kerap bersuara menyasar Cikeas yang dituduh dalang di balik rekayasa dan pembunuhan Nasrudin. [KRG]