Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati/kemenkeu.go.id

Koran Sulindo – Rasio utang terhadap pendapatan PT PLN menjadi sorotan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati baru-baru ini. Bahkan karena itu ia menulis surat kepada Menteri BUMN Rini Soemarno dan Menteri ESDM Ignatius Jonan bahwa PLN berpotensi gagal bayar utang di masa depan.

Suratnya tersebut lalu menarik perhatian masyarakat dan pengamat ekonomi. Ekonom senior dan mantan Menteri Koordinator Perekonomian Rizal Ramli bahkan sampai mempertanyakan surat Sri itu. Untuk beberapa saat Sri bungkam.

Akan tetapi, untuk membuat segalanya menjadi terang, Sri pada akhirnya buka suara mengenai suratnya itu. “Itu dikirimi murni karena kami melihat rasio utang PLN tidak sesuai dengan perjanjian utang,” tuturnya seperti dikutip CNN Indonesia pada Rabu (4/10).

Ia bercerita, utang PLN berdasarkan perjanjian utang yang merujuk kepada rasio utang terhadap pendapatan mencapai Rp 40 triliun. Dari jumlah itu, 25 persen berdasarkan jaminan pemerintah. Dari jumlah itu, pemerintah melihat angka rasio utang terhadap pendapatan PLN tidak mencapai satu yang berarti penerimaan perusahaan bisa membayar seluruh utangnya.

Setelah dihitung, menurut Sri, angka rasio utang terhadap pendapatan PLN sepanjang 2017 hanya 0,71. Padahal, berdasarkan perjanjian, angka rasio utang terhadap pendapatan PLN harus berada di atas angka 1,5. Karena, angka rasio utang PLN berada di bawah 1,5, maka pemerintah menerbitkan surat yang ditujukan kepada peminjam untuk mengkaji kembali perjanjian utang tersebut.

“Itu sebabnya kami tulis surat. Memang sebagian adalah domain PLN, tapi sebagian lagi karena kebijakan pemerintah makanya surat itu ditujukan Menteri BUMN dan Menteri ESDM,” kata Sri berdalih.

Kekhawatiran Sri atas rasio utang PLN itu juga disebabkan perusahaan pelat merah itu sedang mengerjakan mega-proyek 35 ribu Megawatt (MW). Tentu saja perusahaan harus membutuhkan neraca keuangan yang kuat untuk mengerjakan proyek itu.

Sebagai pengelola keuangan negara, menurut Sri, sudah menjadi tugasnya untuk mengawasi risiko, apalagi PLN sedang terbebani tugas berat. Untuk menindaklanjuti hal tersebut, Sri akan berkoordinasi dengan Jonan dan Rini Soemarno.

Pada pertengahan September 2017, Sri menerbitkan surat yang intinya menyoroti potensi gagal bayar PLN akibat proyeksi utang jatuh tempo yang semakin meningkat dan diiringi dengan performa keuangan yang melemah. Berdasarkan laporan keuangannya per semester I 2017, laba PLN turun 71,64 persen atau dari Rp 7,97 triliun pada tahun lalu menjadi hanya Rp 2,26 triliun pada tahun ini. Itu disebut karena harga tarif listrik tidak naik walau harga energi primer sedang melambung.

Menjawab surat Sri itu, Direktur Utama PLN Sofyan Basir menyatakan rasio keuangan PLN masih mampu membayar utang. Merujuk kepada total aset dan liablitas perusahaan saat ini, batas maksimum pinjaman bisa lebih tinggi dibanding realisasi utang saat ini. Setelah program 35 ribu MW, PLN melakukan revaluasi aset, ekuitasnya naik mencapai Rp 900 triliun.

Karena itu, aset PLN ikut terdongkrak pada semester I 2017 menjadi Rp 1.302 triliun. Dengan asetnya itu, PLN disebut masih bisa melakukan pembiayaan hingga Rp 2.000 triliun. [KRG]