Ilustrasi: Aparatur Sipil Negara setelah upacara. Foto: Sijori Today

Koran Sulindo – Gaji aparatur sipil negara (ASN) atau pegawai negeri sipil yang beragama Islam akan dipotong 2,5% untuk zakat. “Sedang dipersiapkan peraturan presiden tentang pungutan zakat bagi ASN muslim, diberlakukan hanya ASN muslim, kewajiban zakat hanya pada umat Islam,” ungkap Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (5/2). Bagi yang keberatan gajinya di[potong, tambahnya, bisa mengajukan permohonan keberatan. Rencananya, peraturan presiden itu akan diterbitkan tahun ini juga.

Ditegaskan Lukman, kebijakan potongan untuk zakat 2,5% ini bukanlah pemaksaan. Langkah ini dilakukan karena pemerintah melihat ada potensi besar dari zakat yang bisa diaktualisasi untuk kepentingan umat. “Ini bukan pemaksaan, lebih pada imbauan. Ya, karena begini: potensi zakat sangat besar. Kami ingin potensi ini bisa diaktualisasi sehingga lebih banyak masyarakat mendapat manfaat dari dana zakat,” tuturnya. Mengutip data Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Lukman mengatakan, potensi zakat nasional bisa mencapai Rp 270-an triliun.

Pemotongan gaji 2,5% untuk zakat itu nantinya akan dilakukan setiap bulan dan dananya akan dikelola langsung oleh Baznas. “Tentu nanti setiap kali honor mereka akan dipotong, dikelola Baznas, yang mengelola zakat, baik pengumpulan maupun pemanfaatannya. Sudah ada badan sendiri itu, Baznas,” kata Lukman.

Sebenarnya soal zakat penghasilan atau zakat profesi sudah menjadi hukum positif di negara ini, sudah ada undang-undangnya, namun  belum banyak yang menaati. Sejauh ini, umat Islam hanya menaati aturan zakat untuk jenis zakat harta (maal) dan zakat fitrah.

Diatur dalam undang-undang itu adalah zakat pendapatan jasa atau disebut profesi, yang bisa karena keahliannya, seperti ASN, karyawan swasta, atau profesi yang didapatkan atas kepercayaan masyarakat, seperti anggota DPRD dan kepala daerah.

Soal zakat ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Lalu lebih dipertegas oleh undang-undang penggantinya, yakni Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.

Pembayaran zakat ini akan mengurangi pembayaran pajak, yakni pajak penghasilan. Soal ini dpaparkan dalam penjelasan Pasal 14 ayat (3) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999: pengurangan zakat dari laba/pendapatan sisa kena pajak adalah dimaksudkan agar wajib pajak tidak terkena beban ganda, yakni kewajiban membayar zakat dan pajak. Ketentuan ini juga masih diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011: “Zakat yang dibayarkan oleh muzaki kepada Baznas atau LAZ dikurangkan dari penghasilan kena pajak.”

Dalam ketentuan perpajakan sejak adanya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan,  yakni diatur dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a nomor 1 yang berbunyi, “Yang tidak termasuk sebagai Objek Pajak adalah: bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak.”

Pada ketentuan pasal tersebut baru diatur secara jelas bahwa yang tidak termasuk obyek pajak adalah zakat. Akan halnya pengurangan pajak atas kewajiban pembayaran sumbangan untuk agama lain belum diatur ketika itu. Lalu, tahun 2008 diterbitkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, pasal itu mengalami perubahan, sehingga berbunyi, “Yang dikecualikan dari objek pajak adalah: bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.”

Ketentuan semacam itu ditegaskan juga dalam pasal 9 ayat (1)-nya. Selain itu, Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2010 tentang Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Boleh Dikurangkan dari Penghasilan Bruto juga menentukan, “Zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto meliputi: (a) zakat atas penghasilan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan/atau oleh Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau;  (b) sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama selain agama Islam dan/atau oleh Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama selain agama Islam, yang diakui di Indonesia yang dibayarkan kepada lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.” [PUR]